Oke saya akan memulai cerita saya yang baru-baru ini saya alami, kurang
lebih 2 bulan yang lalu, tepatnya bulan maret 2001. Waktu itu saya
sedang menginap di rumah teman saya di kota hujan Bogor. Memang sudah
lama sejak saya lulus kuliah menjadi sarjana saya tidak pernah bertemu
dengan sahabat saya yang satu ini.
Saya berangkat dari Bandung siang hari, sampai di sana sudah malam.
Setibanya saya di rumah sahabat saya, saya langsung memencet bel pintu
rumah. Begitu bel dipencet, keluarlah seorang wanita setengah baya, dan
dia adalah ibu sahabat saya, namanya Ibu Ita. O ya.., Ibu Ita adalah
seorang janda, umurnya saya perkirakan sekitar 39 tahun. Walaupun
umurnya sudah hampir mencapai kepala 4, tetapi masih kelihatan seksi dan
montok, walaupun buah dada yang besar itu sedikit kendor.
“Malam Bu..,” sapa saya.
“Ooo, Nak Dedi. Malam juga.., ayo masuk..!” balasnya, lalu saya pun masuk ke dalam ruang tamu.
“Sama sapa kamu Ded..?” tanyanya.
“Saya sendiri Bu, o ya.., Rinto mana Bu..?” saya balik bertanya.
“Rinto sedang ke Batam, kemaren dia berangkat, dia ada panggilan kerja di sana.” katanya.
“Ke Batam..?” tanya saya penuh heran dan sedikit kecewa.
“O ya.., Dedi tidur dimana..?” tanya Bu Ita.
“Ngga tau nich Bu.., mungkin saya akan langsung balik lagi ke Bandung, soalnya Rinto ngga ada sich Bu..” kata saya.
“Jangan pulang dulu Nak Dedi, mendingan kamu tidur aja disini, sekarang
kan sudah malam, lagian tuch masih ada kamar kosong..” katanya.
Saya diam sejenak dan mempertimbangkan ajakannya.
“Oke dech Bu.., saya akan menginap beberapa hari lagi disini..” kata saya.
“Ayo.., bawa tas kamu ke kamar depan. Kalau mau mandi silahkan aja, ada
air hangatnya tuh di kamar mandi” katanya sambil tersenyum manis kepada
saya.
Lalu saya membawa tas saya dan masuk ke kamar tamu, setelah itu saya
menuju ke kamar mandi, lalu mandi dengan air panas. Setelah mandi,
dengan masih handuk dililitkan di pinggang, saya melihat Ibu Ita sedang
menyiapkan makanan buat saya. Tanpa menyapa dan hanya melempar senyum,
saya berlalu masuk ke kamar. Sesampainya di kamar, saya tidak langsung
memakai pakaian, tetapi saya telanjang bulat di hadapan cermin sambil
membayangkan jika batang keperkasaan saya ini dinikmati oleh Ibu Ita.
Saya berdiri dengan bergaya sambil memainkan batang kejantanan saya
hingga benda itu tegak dan mengeras. Tetapi begitu terkejutnya saya
ketika tiba-tiba pintu kamar dibuka oleh Ibu Ita. Lalu dengan seketika
saya menghadap pintu yang dibuka oleh Ibu Ita dengan membebaskan batang
kejantanan saya dilihat Ibu Ita, dan Ibu Ita hanya bisa menatap terpana
akan keindahan batang kejantanan saya.
Setelah beberapa detik terdiam, Ibu Ita pun berbicara, “Ded.. makanan
udah Ibu siapin.., ayo makan bareng yuk..!” ajaknya tersipu malu dan
menampakkan wajahnya yang memerah.
“Baik Bu, sebentar lagi.., Dedi pakai pakaian dulu..” kata saya, lalu pintu pun tertutup kembali.
Setelah berpakaian, saya pun keluar ke arah ruang makan. Sesampainya
disana, saya sempat terpana juga, ternyata Ibu Ita sudah mengganti
bajunya dengan daster tidur yang tipis dan transparan. Ibu Ita memakai
BH dan CD berwarna hitam, menambah pikiran saya yang tak karuan. Lalu
dengan santai saya berjalan menuju meja makan, dan kami berdua pun
langsung makan. Di meja makan kami pun terlibat percakapan. Dia
menceritakan bahwa selama ini dia sangat kesepian setelah ditinggal
suaminya, sedangkan dengan keberadaan Rinto masih kurang, sebab Rinto
jarang berada di rumah.
Tetapi betapa terkejutnya saya saat Ibu Ita meminta saya untuk
menemaninya tidur di kamarnya. Dengan terkejutnya hingga saya tersedak
makan. Lalu dengan reflek, Ibu Ita berdiri dan menghampiri saya.
Dari belakang, punggung saya diusap-usap sambil dia berkata, “Kalo makan hati-hati donk..!”
Tapi entah sengaja atau tidak, buah dada yang besar itu menempel di
punggung saya, membuat adik kecil saya yang di bawah mulai bangun. Lalu
tanpa diduga, Ibu Ita yang sudah sangat menginginkan kehangatan lelaki,
mulai agresif menciumi leher dan langsung ke pipi saya.
Dengan nafsu yang sudah menggebu-gebu, saya pun merangkul tubuh Ibu Ita
dan langsung membalas ciumannya. Sambil berciuman, tangan saya mulai
bergirlya meraba-raba dan meremas-remas buah dada yang besar itu. Ibu
Ita hanya merintih dan badannya menggelinjang. 15 menit kami saling
berciuman, lalu kami menghentikan acara ciuman kami. Tanpa harus
bertanya lagi, Ibu Ita mengajak saya ke kamarnya, dengan memegang tangan
saya. Saya dituntun menuju kamar tidurnya. Begitu di dalam kamar, pintu
kamar dia kunci, lalu dia melepaskan baju saya dan celana hingga bugil
dengan ganasnya. Lalu saya disuruh naik ke atas tempat tidur dan saya
disuruh berbaring.
Dengan semangat 45, Ibu Ita menciumi saya dari atas hingga bawah, betapa
nikmat dan gelinya ketika batang kemaluan saya dijilatnya, dikulum dan
disedot-sedot sambil dikocok-kocok halus.
15 menit kemudian saya sudah tidak dapat menahan kenikmatan dari
mulutnya, lalu, “Croott.. crroott.. crroott..” air mani saya pun muncrat
ke dalam mulutnya.
Dengan bangganya air mani saya ditelan hingga habis, mulai dari helm
sampai batang kemaluan saya pun dibersihkan dengan lidahnya.
Dengan perasaan tidak mau kalah, saya langsung membuka satu persatu
pakaian yang dipakai Ibu Ita hingga bugil, dan aku membaringkannya di
ranjang itu. Saya pun mulai menciuminya dan meremas-remas sambil
menyedot-nyedot buah dada yang besar dan indah itu.
“Hmm.., terus Ded..! Iya itu.. enak.., aahh.., terus sayang..!” rintihnya.
Lalu saya pun mulai turun menciuminya dan mulai saya menyibakkan
bulu-bulu kemaluan yang lebat dan hitam itu, lalu saya
menjilat-jilatinya sambil memasukkan jari-jari tangan saya ke lubang
senggamanya.
“Aaahhkk.., aakkhh..,” rintihnya.
Tidak lama, bibir kewanitaannya sudah basah dengan cairan-cairan kental dari liang senggamanya.
Setelah puas, saya merubah posisi saya. Saya langsung berbaring dan Ibu
Ita saya suruh naik di atas selangkangan saya dan berjongkok. Dengan
tangannya sendiri, batang kejantanan saya diarahankannya masuk ke dalam
lubang kenikmatannya.
Dan, “Bleess.., bblleess..” masuk sudah kemaluan saya dengan penuh ke dalam lubangnya yang ranum itu.
“Aaakkhh.. aakkhh..” saya menjerit karena merasa betapa nikmatnya kejadian itu.
Lalu tubuh Ibu Ita mulai naik turun di selangkangan saya, sesekali
pantatnya diputar-putar. Saat pantatnya diputar terasa nikmat sekali.
15 menit kemudian, saya merubah posisi dengan batang kejantanan saya
masih di dalam liang senggamanya. Saya merubahnya dengan posisi dia
berbaring, lalu saya duduk dan mengangkat satu kaki Ibu Ita ke atas.
Lalu saya mulai memaju-mundurkan senjata keperkasaan saya di liang
senggamanya dengan irama sedang-sedang saja.
Kemudian, tidak lama setelah itu, saya merubah lagi posisi. Sekarang
saya merubah ke posisi doggie style. Saya tusuk-tusukkan batang
keperkasaan saya itu dari belakang.
“Aaakkhh.., aakkhh.., sayang.. Ibu mau keluar nich..!” katanya sambil berusaha menahan dorongan yang saya lakukan.
“Keluarain aja Bu.., Dedi masih belom mau keluar..” balas saya yang masih tetap memacu gerakan.
Lalu, “Aaakkhh..” ternyata Ibu Ita sudah keluar.
Saya merasakan lubang di dalam dinding kemaluannya licin karena cairan
itu. Tapi aku masih terus mengocok-ngocok batang keperkasaan saya di
liang senggamanya. Setelah itu kami merubah posisi lagi. Sekarang posisi
Ibu Ita berbaring, lalu saya angkat kedua kakinya dan saya rentangkan
lebar-lebar kemaluannya dan saya menyodoknya dari depan.
10 menit kemudian, saya sudah tidak tahan lagi ingin menembakkan lahar
saya. Lalu saya tarik batang kejantanan saya. Saya segera membangunkan
Ibu Ita untuk duduk dan batang kejantanan saya, saya arahkan ke
mulutnya.
Dengan cepat Ibu Ita menyambutnya, dia mulai mengocok-ngocok dan,
“Crroott.., ccrroott.., ccrroott..!” air mani saya menyembur ke
wajahnya.
Tanpa disuruh lagi, Ibu Ita langsung membersihkan batang kejantanan saya dan dijilat-jilatnya hingga bersih.
Setelah beberapa menit kami beristrirahat, kami pun melakukannya kembali
hingga pukul 3 pagi. Permainan kami sangat indah dan mesra sekali saya
rasakan, berbeda dengan pengalaman saya yang sebelumnya. Ibu Ita dan
saya di permainan yang kedua melakukan hubungan seks yang halus dan
lebih mesra, karena selain terasa lebih nikmat, kami juga membutuhkan
adaptasi setelah permainan yang pertama. Setelah melakukan permainan
yang ke-tiga, kami pun tidur bersama dengan keadaan bugil sambil kedua
tangan Ibu Ita memeluk erat tubuh saya yang saat itu telah lemas tak
berdaya. Kesekon harinya juga kami melakukannya lagi. Saya di Bogor
hanya 2 hari, lalu saya pulang kembali lagi ke Bandung dengan membawa
oleh-oleh kenangan yang indah bersama Ibu Ita.