Seks Di Dalam Taksi

Peristiwa ini berawal dari sekitar dua bulan yang lalu dan berlanjut
hingga beberapa kali hingga saat ini. Percintaanku dengan seorang
perempuan berumur 41 tahun yang tergolong masih tetanggaku sendiri,
sebut saja namanya Budhe Siti.

Aku adalah seorang pemuda yang berumur sekitar 19 tahun dan telah lulus
dari sebuah Sekolah Menengah Umum Negeri di Malang dan tinggal di sebuah
desa kecil di sebelah selatan kota Malang, sebuah desa yang tidak
terlalu ramai karena letaknya yang sangat jauh dari pusat kota.

Budhe Siti sendiri adalah seorang tetanggaku yang bertempat tinggal
tepat di belakang rumahku. Perempuan ini berumur sekitar 40 tahun dan
sudah mempunyai suami serta tiga orang anak, yang satu masih duduk di
bangku kelas 6 SD sementara yang lainnya sudah menginjak bangku SMP.
Suami Budhe Siti bekerja sebagai tukang kebun di sebuah sekolah negeri
di kota.

Mengenai postur tubuh Budhe Siti hingga aku mau untuk bersetubuh dan
berselingkuh dengannya tampaknya bukan hal yang terlalu menarik untuk
dipaparkan karena postur tubuh Budhe Siti bukanlah bagaikan seorang
artis yang cantik, gemulai, dan menggairahkan seperti layaknya model
iklan atau pemain sinetron kelas atas, tetapi ia hanyalah seorang
perempuan kampung istri seorang tukang kebun dan seorang ibu rumah
tangga yang selalu direpotkan oleh urusan-urusan keluarga hingga tidak
sempat untuk melakukan kegiatan BL (body language), renang, dan berolah
raga seperti kebanyakan orang kaya. Tentulah dapat dibayangkan bagaimana
tubuh Budhe Siti. Bentuk badan ibu rumah tangga ini adalah biasa saja
atau bahkan oleh sebagian besar pemuda body Budhe Siti dapat dipandang
sangat tidak menarik. Tinggi badan perempuan beranak tiga itu sekitar
154 cm dan berat badan 50 kg. Anda dapat membayangkan sendiri bagaimana
bentuk tubuhnya dengan ukuran seperti itu.

Mengenai nafsu dan gairahku terhadap Budhe Siti bukan terbentuk dalam
waktu yang singkat, tetapi nafsu dan gairah itu dapat dibilang mulai
terbentuk semenjak aku masih berumur sekitar 14 tahun dan masih
menginjak bangku SMP. Waktu itu aku sering kali bermain-main dan mandi
di sungai yang berada di dekat kampungku, dan di saat-saat aku bermain
dan mandi di sungai itulah acapkali aku melihat Budhe Siti bertelanjang
diri mencuci dan mandi di sungai tersebut. Dan tidak jarang pula sembari
mengintip ia mandi aku melakukan masturbasi karena tidak tahan
melihatnya bugil tanpa sehelai kain pun yang menempel di tubuhnya.

Setelah menginjak bangku SMU aku pun tidak pernah lagi pergi ke sungai
itu baik untuk sekedar bermain atau pun mandi. Lagi pula aku harus
bersekolah di SMU yang berada di pusat kota yang letaknya sangat jauh
dari perkampunganku hingga aku terpaksa harus indekost selama kurang
lebih tiga tahun masa studiku di SMU dan aku jarang sekali pulang ke
rumahku di kampung.

Baru sekitar pertengahan tahun 2004 silam aku lulus dari bangku SMU dan
kembali ke rumahku di kampung. Dan setelah lulus dari SMU aku pun masih
harus menganggur karena tahun ini aku tidak sukses dalam ujian masuk PTN
(SPMB). Terpaksa aku harus mencoba lagi di tahun mendatang untuk dapat
diterima di PTN.

Selama menganggur aku seringkali luntang lantung sendiri karena tidak
punya pekerjaan dan apalagi teman-temanku semasa kecil dulu ternyata
kebanyakan sudah menempuh studi di perguruan tinggi di kota dan sebagian
lagi sudah bekerja dan jarang sekali pulang, sehingga kondisi
perkampunganku acapkali terlihat sepi akan para pemuda. Yang banyak
terlihat pastilah hanyalah bapak-bapak atau ibu-ibu dan beberapa anak
yang masih kecil.

Di hari-hari itulah aku kembali sering pergi ke sungai dimana aku selalu
bermain dan mandi sewaktu aku masih kecil dulu. Suatu ketika pada saat
aku sedang pergi memancing di sungai, tanpa sengaja mataku menatap
beberapa perempuan yang sedang mandi dan mencuci di sungai itu dan di
antaranya ternyata adalah Budhe Siti. Ketika itu body Budhe Siti tampak
sudah sangat berbeda dengan yang pernah aku lihat dahulu saat aku masih
kecil. Sekarang tubuhnya tampak lebih gemuk dan pantatnya pun tampak
lebih besar dan perutnya tampak agak sedikit membuncit karena kegemukan.

Pada awal aku melihat body tubuh perempuan berumur 41 tahun itu sedang
mencuci, aku tidak tertarik sama sekali karena ia terlihat tidak seksi
dan tidak menggairahkan bagiku hingga aku meneruskan niatku untuk
memancing ikan pada hari itu. Setelah beberapa saat berlalu, tanpa
sengaja mataku tertuju lagi pada Budhe Siti yang mulai melepaskan
pakaian yang dikenakannya. Penisku begitu kerasnya menegang saat melihat
ia melepas celana dalam hitamnya.

Ia tampak kesulitan melepaskan celana dalam yang ketat itu karena saking
besarnya ukuran pantatnya. Sesaat kemudian ia mulai membasahi tubuhnya
dengan air. Gairah seksku serasa tidak tertahankan lagi waktu melihat
Budhe Siti yang telah bertelanjang bulat dan telah basah oleh air itu
mulai menggosokkan sabun ke tubuhnya. Perempuan yang sudah bersuami itu
menggosok-gosok tubuhnya dan beberapa kali meremas payudara dan
menggosok pantatnya dengan sabun. Ingin sekali aku turun mendekati dan
mengajaknya untuk bersetubuh di waktu dan tempat itu. Tetapi masih ada
beberapa perempuan lain di sana.

Aku masih memikirkan resiko yang sangat besar yang dapat aku terima jika
saja ia tidak mau melakukan hubungan badan denganku, atau suaminya
mengetahui tindakan kami, dan bagaimana tindakan orang kampung jika
sampai mengetahui perzinahan kami sehingga aku pun memutuskan menahan
gairah yang sangat kuat itu. Kemudian aku bergegas pulang dan tidak
meneruskan niatku memancing pada hari itu.

Saat tiba di rumah, pikiranku masih saja terganggu oleh bayangan Budhe
Siti. Tubuhnya.., celana dalam hitamnya.., pantatnya.., payudaranya..
Pikiran itu terus saja menggangguku. Setelah berpikir beberapa saat
akhirnya aku memiliki ide untuk dapat bersetubuh dengan tetanggaku itu
dan akhirnya aku memutuskan untuk mulai menggaet Budhe Siti agar mau
melakukan hubungan suami istri denganku.

Mulai saat itulah aku acapkali bermain-main ke rumah Budhe Siti saat
suami dan anak-anaknya tidak berada di rumah. Dan tidak jarang pula aku
bercanda dan menggodanya. Dan hubungan yang menarik pun tampaknya mulai
terbentuk di antara aku dan ibu berumur 41 tahun itu. Tampak sekali
bahwa ia juga menaruh gairah terhadapku.

Suatu ketika pada saat Budhe Siti sedang menyetrika pakaian di ruang
tamunya, dengan memberanikan diri aku berusaha mengungkapkan maksud,
gairah, dan keinginanku kepada tetanggaku itu. Dan ternyata keinginan,
nafsu, dan gairahku tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata perempuan
itu juga memiliki rasa ketertarikan yang sama terhadapku. Setelah tampak
jelas bahwa di antara kami berdua memang saling menaruh ketertarikan,
akhirnya aku menjelaskan kepadanya bahwa kami tidak mungkin melakukan
hubungan suami istri dan perzinahan itu di rumahnya ataupun di rumahku.
Aku pun memaparkan padanya bahwa kami hanya bisa melakukannya di tempat
lain misalnya saja di hotel murahan di kota. Hal itu dimaksudkan agar
suami dan anak-anaknya atau pun tetangga tidak mengetahui perbuatan
kami. Setelah ia setuju akhirnya kami pun memutuskan waktu dan tempat
yang pas untuk melaksanakan niat tersebut.

Suatu sore tepat pada waktu yang kami sepakati aku pergi ke kota untuk
menyewa sebuah taksi yang akan mengantarkan kami ke hotel yang kami
maksud. Selama beberapa saat bernegosiasi dengan sopir taksi, akhirnya
tercipta kesepakatan dan sopir pun mau mengantar kami. Setelah aku masuk
ke dalam mobil, sopir mulai menjalankan mobilnya menuju tempat dimana
Budhe Siti sedang menunggu, yaitu di sebuah taman di pinggiran kota.

Sekitar maghrib akhirnya kami tiba di sebuah taman di pinggiran kota
tempat Budhe Siti sedang menunggu. Kemudian aku meminta sopir agar
memperlambat laju mobilnya. Setelah beberapa saat terlihat seorang
perempuan berpakaian rok terusan sedang berdiri di seberang jalan dan
tampak melihat ke arah mobil kami. Dan aku meminta sopir untuk
menghentikan laju mobilnya. Setelah itu aku keluar dan menghampiri Budhe
Siti, menggandeng tangan dan mempersilakannya masuk ke dalam taksi.
Setelah kami berdua masuk ke dalam mobil aku meminta sopir untuk
menjalankan mobilnya ke arah hotel yang kami maksudkan. Dan dengan
perlahan-lahan mobil melaju ke arah kota tempat hotel yang kami
maksudkan berada.

Beberapa saat di dalam mobil, aku dan Budhe Siti tampak kaku karena di
antara kami sendiri belum pernah bercinta sama sekali dan hubungan
spesial kami masih baru saja dimulai. Kemudian aku memulai perbincangan
dan dengan diselingi oleh canda dan guyonanku, akhirnya kami berdua
dapat saling berinteraksi dengan baik bahkan lama-lama pembicaraan kami
pun berlanjut ke arah yang jorok-jorok dan tampaknya Budhe Siti tidak
berkeberatan dengan hal itu dan ia tampak begitu bergairah.

Beberapa menit berlalu aku mulai menciumnya. Pertama kali ia tampak
terkejut melihatku berani menciumnya. Sedetik kemudian aku mulai
mendekatkan wajahku ke arah wajahnya dan mulai mencium dan mencumbu
leher perempuan 41 tahun itu. Pada awalnya ia menahan tubuhku dengan
kedua tangannya seolah ia tidak ingin aku melakukan hal itu. Tetapi aku
terus saja berusaha mendekatkan wajahku ke arah lehernya untuk
mencumbunya. Baru setelah beberapa lama akhirnya Budhe Siti tampak
pasrah dan membiarkanku mencium dan mencumbu lehernya. Nafasnya mulai
tampak ngos-ngosan karena gairah seks yang dirasakannya. Dan sesekali ia
mengeluarkan suara-suara desahan yang sangat merangsang dan membuat
jantungku semakin berdegub kencang.

Kemudian aku mulai melepas kaos yang aku kenakan. Dan dengan masih
bercelana panjang aku kembali mencumbu perempuan beranak tiga itu.
Selama bibirku sibuk mencumbu bibir dan leher tetanggaku itu, tangan
kananku sibuk memegang pinggang, pantat, dan sesekali meremas payudara
Budhe Siti yang masih mengenakan pakaian lengkap itu. Beberapa menit
kemudian tangan kananku mulai meraba-raba punggungnya dan mencari-cari
letak resleting rok terusan yang dikenakan Budhe Siti. Setelah
menemukannya, dengan tanpa henti aku terus mencium dan mencumbu
perempuan itu sambil aku berusaha menurunkan resletingnya dan kemudian
berusaha menyibak sedikit demi sedikit pembungkus tubuh perempuan 41
tahun itu.

Dan akhirnya terlihatlah buah dada besar Budhe Siti yang masih
terbungkus BH berwarna hitam. Dengan menciumi dan sesekali
menggigit-gigit lehernya, tangan kananku meraih tali BH-nya dan mulai
menurunkannya ke bawah. Sementara itu tangan kiriku meraih tali BH yang
satu lagi dan mulai menurunkannya ke bawah. Di sela-sela cumbuan dan
ciuman kami, tangan kananku menyusup masuk ke dalam BH Budhe Siti. Dan
setelah mendapati payudara besarnya, tangan kananku tak henti-hentinya
meremas-remas buah dada montoknya.

Belum puas aku melakukan hal itu, aku berpaling ke arah sopir yang
tampak sedang sibuk mengendarai mobilnya dan mengatakan kepadanya untuk
mengurungkan pergi ke hotel yang kami maksudkan dan minta agar ia
menjalankan mobilnya untuk berkeliling kota saja dan memintanya untuk
memperlambat laju mobil serta menjelaskan kepadanya bahwa aku akan
menambah biaya taksinya. Setelah ia setuju, aku kembali berpaling ke
arah Budhe Siti dan ia tersenyum ke arahku. Kemudian aku kembali
mencumbu perempuan tetanggaku itu.

Beberapa saat kemudian aku mulai melepas celana panjang dan celana dalam
yang aku kenakan dan meminta Budhe Siti untuk melepas seluruh pakaian
yang dikenakannya. Dan sedetik kemudian kami berdua telah sama-sama
telanjang bulat tanpa sehelai kain pun yang melekat di tubuh kami.
Keringat yang membasahi seluruh tubuh Budhe Siti semakin menambah gairah
seksku karena tubuh montoknya tampak semakin mengkilat dan
menggairahkan. Kemudian aku meminta perempuan bersuami itu untuk
mengangkang di atasku dan menghadap ke arahku, sementara itu aku dengan
penis yang masih terus menegang dan yang tak hentinya mengeluarkan
lelehan cairan bening (air madzi) duduk bersandar di tengah jok
belakang. Kemudian aku meminta perempuan dengan tiga anak itu untuk
menduduki aku dan membenamkan penisku ke dalam lubang anusnya.

Kenikmatan yang sangat luar biasa aku rasakan saat perlahan-lahan
penisku mulai terbenam di dalam lubang anus Budhe Siti. Betapa nikmatnya
seks itu, betapa nikmatnya tubuh perempuan yang sudah berumur 41 tahun
ini, perempuan yang sudah bersuami, memiliki tiga anak, dan masih
tetanggaku ini. Sungguh nikmatnya peristiwa saat itu. Dalam benakku
terbayang seandainya saja kenikmatan perzinahan ini tidak pernah
berakhir, andaikan saja kami berdua bisa terus bersetubuh tanpa mencapai
titik puncak kepuasan. Detik-detik perselingkuhan itu kami rasakan
bagaikan di surga, nikmat dan menyenangkan.

Budhe Siti yang telah mengangkang di atasku dan telah membenamkan
penisku ke dalam lubang anusnya terus saja menggerakkan pantatnya ke
atas dan ke bawah, terus mengocok penisku yang terjepit nikmat di dalam
lubang anusnya. Di antara kenikmatan luar biasa yang terus aku rasakan,
tanganku tidak henti-hentinya meremas-remas pantat Budhe Siti,
mengusap-usap pinggangnya, dan sesekali meremas-remas buah dada
montoknya. Tidak jarang dengan gerakan pantat Budhe Siti ke atas dan ke
bawah itu membuat sesekali penisku yang tegang dan basah itu terlepas
keluar dari lubang anusnya hingga aku sesekali harus memperbaiki posisi
penisku agar masuk kembali ke dalam lubang anus perempuan montok
tetanggaku itu.

Beberapa menit berlalu, aku meminta Budhe Siti untuk mengalihkan gerakan
pantatnya. Sesaat kemudian ia mulai memutar-mutarkan pantatnya
terkadang searah jarum jam dan kadang pantatnya juga memutar berlawanan
jarum jam. Di antara goyangan-goyangan pantat Budhe Siti yang nikmat
itu, dari mulutku sesekali keluar desahan dan rintihan. Suara-suara itu
adalah refleksi dari kenikmatan luar biasa yang aku rasakan selama dalam
melakukan perzinahan dan perselingkuhan dengan Budhe Siti, perzinahan
dan perselingkuhan yang nikmat dengan seorang perempuan yang sudah
bersuamikan tukang kebun dan sudah memiliki tiga anak, yang bertubuh
montok, berpantat dan berbuah dada besar.

Selama beberapa menit berlalu, goyangan-goyangan berputar pantat Budhe
Siti yang nikmat hampir membuat aku mencapai titik klimaks. Buru-buru
aku meminta Budhe Siti untuk mengangkat pantatnya agar penisku terlepas
dari jepitan lubang anusnya. Aku tidak ingin secepat itu mencapai puncak
kepuasan dan secepat itu menyudahi hubungan suami istriku dengan Budhe
Siti. Kemudian aku berdiam diri sejenak dan mengatur nafasku yang
ngos-ngosan. Sementara itu Budhe Siti tampak sibuk membenahi rambutnya
yang awut-awutan dan sesekali menyeka keringat yang tampak membasahi
seluruh tubuhnya.

Setelah nafasku mulai teratur dan aku tidak lagi merasakan akan
memuncratkan sperma dan mencapai titik klimaks, maka aku pun kembali
menatap Budhe Siti yang tampak tersenyum ke arahku. Kemudian aku
memintanya bersandar di jok taksi bagian belakang dan memintanya untuk
agak mengangkangkan kakinya agar vaginanya dapat jelas terlihat. Dengan
duduk bersandar dan agak merosot ke bawah, Budhe Siti mulai membuka agak
lebar kedua kakinya hingga terlihatlah rambut-rambut merah kehitaman
yang tumbuh lebat di sekitar selangkangannya dan sebagian besar lagi
menutupi lubang vaginanya.

Dengan perlahan aku menunduk dan mendekatkan wajahku ke arah lubang
vagina Budhe Siti. Dengan perlahan-lahan aku menyibak rambut rambut
merah kehitaman itu dan berusaha mencari letak lubang vagina Budhe Siti.
Setelah tampak olehku lubang vaginanya, aku mulai menjilatinya dan
sesekali memasukkan telunjukku ke dalamnya. Dan tampaknya perempuan 41
tahun itu mulai merasakan kenikmatan.

Waktu terus berlalu dan aku tidak henti-hentinya menjilati dan terkadang
memasukkan dua hingga empat jariku ke dalam vagina Budhe Siti. Di
antara desahan dan deru nafasnya yang memburu, sembari dengan mata
terpejam perempuan 41 tahun itu tak jarang meremas-remas kedua
payudaranya sendiri dan sesekali memelintir dan menarik puting susunya
dengan kedua tangannya.

Melihat tubuhnya yang montok dan tingkah lakunya yang seperti itu,
gairah seksku seperti tidak dapat ditahan lagi. Perlahan-lahan aku
berdiri dan mulai mendekap tubuh Budhe Siti dan menidurkannya di jok
bagian belakang. Setelah itu ia mulai membuka matanya dan dengan tampak
sangat pasrah ia hanya mendesah-ndesah saat aku mulai menindihnya dan
dengan perlahan-lahan mulai memasukkan penisku yang tegang ke dalam
lubang vaginanya. Tak henti-hentinya aku menjejal-jejalkan penisku ke
dalam lubang vagina Budhe Siti yang hangat, lembek, lembut dan basah
itu.

Beberapa menit kemudian saat aku terus mengocok penisku di dalam jepitan
hangat vagina Budhe Siti, tiba-tiba aku merasakan akan menyemburkan
sperma sebagai sebuah tanda bahwa aku akan mencapai titik puncak
kepuasan. Dan sekali lagi aku tidak ingin secepat itu mencapai titik
klimaks. Aku masih ingin berlama-lama bercumbu dan bersetubuh dengan
tetanggaku ini. Dan dengan perlahan-lahan aku menarik penisku keluar
dari kehangatan vagina Budhe Siti agar aku tidak memuncratkan sperma
secepat itu.

Tetapi terlambat, sesaat setelah penisku tercabut keluar dari lembutnya
vagina Budhe Siti, aku tidak tahan lagi menahan spermaku yang memaksa
keluar dari dalam penisku sehingga cairan putih kental pun muncrat dan
berceceran di perut dan sebagian lagi ke buah dada Budhe Siti. Budhe
Siti kemudian mulai mengusap dan meratakan cairan kental itu ke perut
dan buah dadanya yang montok dan sesekali ia meremas-remas payudaranya
dengan kedua tangannya. Sementara itu aku masih berlutut di atas tubuh
Budhe Siti yang sedang tidur telentang dan dengan tangan kanan aku terus
mengocok perlahan penisku untuk mengeluarkan sisa-sisa sperma yang
masih tertinggal dan merasakan kenikmatan detik-detik akhir puncak
kepuasanku.

E N D

Proudly powered by WordPress