Siang itu aku sampai dirumah dengan perasaan galau yang amat sangat,
bagaimana tidak, pekerjaan yang aku lamar sebagai pemijat di salah satu
Panti Pijat daerah Jakarta Timur ternyata tidak seperti yang
kubayangkan. Ada kengerian menghadapi profesi sebagai pemijat yaitu kita
akan berada pada posisi segaris rambut untuk mendekatkan diri pada
dosa.
Berdasarkan iklan satu harian ibukota pada kolom “Lowongan Kerja,” aku
membaca salah satu Panti Pijat membutuhkan 10 tenaga pemijat dengan
persyaratan wanita umur 25-35 tahun, berpenampilan menarik dan bersedia
bekerja shift antara pukul 09.00-23.00 (bekerja setiap hari 7 jam). Para
pelamar diharapkan datang langsung untuk menyerahkan lamarannya
sekaligus wawancara, begitu bunyi iklannya.
Kalau bekerja sampai malam aku tidak terlampau keberatan dan mengenai
penampilanpun aku tidak merasa khawatir karena hampir semua orang yang
bertemu muka dengan aku pasti akan terkesima dengan kemolekan mukaku dan
putihnya kulitku.
Sering orang menggodaku dengan memanggil Cornelia Agatha.. Ahh ada-ada
saja orang yang memanggilku demikian batinku. Tidak sedikit para
pedagang di pasar menggodaku ketika aku belanja bahkan anak-anak muda di
tempatku tinggal banyak yang mencoba mendekatiku, tapi tidak satupun
aku gubris karena aku tidak suka dengan pria yang iseng, laginya
kematian Mas Imron suamiku belum genap 3 bulan.
Uhh tidak enak sekali status sebagai janda jerit batinku. Kematian Mas
Imron inilah yang kemudian memaksaku untuk mencari pekerjaan untuk
menghidupi anakku satu-satunya yang bernama Rita. Sedangkan dari kantor
suamiku tidak ada pensiun, yang ada hanya klaim kematian dari perusahaan
asuransi yang besarnya hanya cukup untuk 3 bulan saja ditambah sedikit
uang dari para pelayat yang datang ketika melayat.
Itulah sebabnya aku rajin meminjam koran dari tetanggaku untuk mencari
lowongan pekerjaan yang bisa kiranya mencukupi kebutuhan jasmani aku dan
anakku. Sampai pada akhirnya aku menemukan iklan membutuhkan tenaga
pemijat. Hmm rasanya kalau cuma memijat aku bisa karena nenekku adalah
salah satu pemijat yang cukup dikenal di kampung kami dan aku sering
bertanya kepada nenekku tentang cara memijit yang benar.
Jam 09.00 pagi itu setelah membersihkan rumah dan masak untuk anakku
yang masih sekolah kelas 3 SD takut dia sudah pulang sekolah sebelum aku
tiba, aku berangkat ke Panti Pijat yang tertera dalam iklan tersebut.
Setelah berganti 2 kali Metro Mini tanpa menemui kesulitan sedikitpun
sampailah aku pada sebuah Ruko 4 lantai dengan tulisan Panti Pijat “KK”.
Dengan berdebar mengingat ini kali pertama aku melamar pekerjaan, aku
masuk ke dalam Ruko dan disambut dengan senyum manis 2 orang wanita
sebaya denganku.
“Mau melamar yah Mbak?” tanya wanita hitam manis baju hijau muda kepadaku yang agak sedikit nervous.
“Ii.. Iya Mbak” jawabku dengan jantung berdebar.
Ahh kenapa aku jadi grogi pikirku. Toh aku niat baik dengan rencanaku yaitu mendapatkan pekerjaan.
“Silakan naik aja langsung ke lantai 4 Mbak, tangganya disebelah sana”
tunjuk wanita berbaju hijau tersebut kearah pojok ruangan.
“Terima kasih Bu.. Ehh Mbak” kataku dengan senyum semanis mungkin.
“Sama-sama” kata wanita yang satunya juga dengan senyum ramahnya.
“Ehh Mbak..” panggil seorang diantara mereka..
Kaget aku menoleh kearah 2 wanita tersebut.
“Pasti Mbak diterima deh” kata wanita berkaos pink sambil memainkan matanya.
“Lho.. Koq tau Mbak?” tanyaku
“Habis Mbak cantik sih” kata mereka hampir bersamaan.
“Terima kasih” kataku dengan pipi memerah karena surprise dengan penilaian mereka terhadap diriku.
Lalu aku melangkah ke arah tangga yang ditunjuk barusan dan terus naik
sampai ke lantai 4. Perlahan aku ketok pintu kaca hitam pekat lalu
seorang laki-laki berkumis tabal dan berbadan tegap memakai kemeja
safari tanpa senyum membukakan pintu kepadaku
“Mau melamar?” tanyanya sambil berjalan ke arah meja kerja.
“Iya” kataku dengan senyum se-relax mungkin.
“Surat lamarannya sudah lengkap? Mana?” katanya tegas.
Aku menyerahkan map yang berisi surat lamaran, ijazah SMP dan fotocopy
KK serta KTP. Pria tersebut membuka dan membaca map yang kuserahkan dan
membolak-balik isinya dengan cepat lalu menatap kepadaku..
“Silakan masuk ke ruang Aula.. Itu pintunya.. Gabung dengan pelamar
lainnya.. Ini nomor urut.. Tunggu sampai nomor kamu dipanggil untuk
diwawancara..” katanya sambil menyerahkan nomor urut kepadaku.
“Terima kasih Pak” jawabku sambil melihat nomor urut..
Wah no 38.. Tidak salah nihh banyak sekali rupanya yang melamar pikirku
menduga-duga sambil membuka pintu Aula yang dimaksud Bapak tadi. Begitu
aku membuka pintu ternyata benar dugaanku ternyata sudah ada puluhan
wanita disana. Ada yang sedang duduk dan ada pula yang berdiri sambil
mengobrol. Ahaa.. aku lihat di tengah-tengah wanita-wanita muda itu
masih ada kursi yang kosong, akupun melangkah pelan sambil senyum dengan
orang yang aku lewati.
“Permisi,” kataku kepada orang yang aku lewati.
Ahh nampaknya semua orang tidak bersahabat sekali denganku.. Tidak ada
yang membalas senyumanku, untunglah dibawah tadi ada 2 wanita
receptionist yang ramah kepadaku, kalau mereka tidak ramah, mungkin aku
sudah kabur pulang kataku dalam hati sambil tertawa kecil.
Wah nambah terus nihh pelamar ketika kulihat ada sekaligus 3 orang
wanita datang. Sementara itu bersamaan dengan yang datang ada pula yang
keluar dari sebuah ruangan kaca tertutup. Ohh mungkin itu ruangan
wawancaranya pikirku.
Cukup lama aku menunggu lebih dari 2 jam, akhirnya nomorku dipanggil
oleh seorang pria keturunan India atau arab aku tidak tahu. Kembali
jantungku berdebar mendengar nomorku dipanggil, pelan aku melangkah ke
arahnya ke arah ruangan kaca yang tertutup tirai dan nampaknya tidak ada
celah untuk mengintip itu.
“Silakan masuk” kata pria tersebut sambil memperhatikan buah dadaku yang
tertutup dengan blazer batik pemberian suamiku ketika pulang dari
Yogyakarta beberapa bulan sebelum kematiannya.
“Terima kasih” kataku sambil masuk ruangan dan langsung mataku menyapu ruangan sejuk didalamnya.
Nampak 1 orang pria lainnya sedang dipijit di kasur kecil oleh wanita pelamar yang sebelumnya sudah dipanggil lebih dulu dariku.
“Silakan duduk” kata pria yang tadi memanggil nomorku dan aku duduk hampir berbarengan dengan dia di sofa tunggal yang tersedia.
“Fahmi” katanya menyodorkan tangannya.
“Yunita” kataku menyambut tangannya.
Kami bersalaman. Lalu dia membuka map yang tadi aku serahkan kepada pria
yang didepan tadi (mungkin bagian keamanan si bapak tadi yah?). Fahmi
begitu tadi dia memperkenalkan diri membaca dengan seksama Lamaran
Kerjaku sambil sesekali melirik kearahku.
“Anak kamu berapa?” tanyanya.
“Satu Pak” kataku memberanikan diri menatapnya.
“Suami kamu kerja?” tanyanya lagi.
“Sudah meninggal 3 bulan yang lalu karena kecelakaan Pak” kataku tapi mataku tidak berani menatap matanya.
Mataku hanya mengarah ke map yang ditangannya. Matanya itu loh menatap
tajam kearah payudaraku yang sedikit terbuka karena aku duduk agak
kedepan. Sial pikirku kenapa aku tadi pakai kaos tipis longgar begini,
walaupun pakai blazer tetap saja kaos ini tidak bisa menjaga payudaraku
ukuran 36 ini.
Lagi asyik mikir-mikir baju kaosku ketika itulah aku kaget sekali karena
lemari buku yang disampingku tiba-tiba bergesar terbuka dan muncul
seseorang agak botak berbadan tinggi besar muncul dan langsung
melihatku. Wuih hebat juga lemari ini ternyata bukan sekedar lemari
tetapi juga berfungsi sebagai pintu pikirku.
Aku tersenyum kepada lelaki yang baru keluar dari “lemari” tersebut,
kutaksir umurnya sekitar 50 tahun dengan rambut agak tipis mendekati
botak namun cukup tampan tetapi tetap keturunan timur tengah seperti
Fahmi.
“Fahmi, masih banyak pelamar?” tanyanya dengan suara berat kepada fahmi
tapi matanya sama saja dengan fahmi menatap tajam ke arah dadaku. Dasar
laki-laki kenapa selalu payudara saja tujuan matanya.
“Masih sekitar 30 orang lagi Bang dan saya sudah perintahkan kepada
Satpam untuk tidak menerima lagi hari ini para pelamar” Kata Fahmi
kepada orang yang dipanggil Abang tadi.
“Ya sudah kalau begitu nona ini biar saya wawancarai dan kau panggil yang lain” katanya dengan berwibawa.
“Baik Bang” Kata Fahmi sambil menyerahkan Map lamaran aku kepada si Abang.
“Mari” kata si Abang berjalan didepanku..
Aku mengikuti dari belakang menuju ruangan yang pintunya dari lemari
tersebut. Wahh tinggiku cuma seketeknya.. Dan lebar badanku cuma
setengah badannya.. Aku tertawa dalam hati membandingkan tubuhku dengan
tubuhnya. Kemudian si Abang tadi berbalik dan menutup pintu yang
sekaligus berfungsi sebagai lemari kalau dilihat dari dari luar.
Wuihh.. Hebat sekali orang ini pikirku, ruangannya mewah sekali dengan
warna dominan maroon persis seperti ruangan yang biasa digunakan
orang-orang kaya di opera sabun Televisi. Dipojok dekat jendela ada
springbed kecil warna pink lengkap dengan bed cover warna kuning. Indah
sekali. Si Abang tadi menyuruhku duduk disampingnya pada sofa yang
sangat lembut sekali dekat meja kerjanya.
“Kamu sudah pengalaman pijat?” tanyanya sambil menyapu tubuhku.
“Belum pernah Pak” kataku sambil menatap ke arah karpet berwarna-warni.
“Kalau begitu kenapa kamu melamar kalau tidak punya pengalaman pijat?” tanyanya membuat jantungku kembali berdebar-debar takut.
“Anu Pak.. Ehh.. Saya pernah belajar pijat dari nenek saya.. Beliau
tukang pijat terkenal di kota Madiun kampung saya Pak” kataku mencoba
meyakinkan si Abang.
“Bagaimana kalau nanti ada tamu yang badannya sebesar saya, apakah kamu
mampu memijatnya?” katanya tegas tapi ada nada becanda didalam
pembicaraannya.
Aku tersenyum dan kukatakan, “Saya bisa Pak dan saya kuat koq Pak”.
“Kamu tahu ndak,” lanjutnya, “Kalau disini para pemijat, saya
perintahkan untuk membuka semua pakaian para tamu tanpa terkecuali pada
saat akan mulai memijit.. Artinya para tamu tidak menggunakan celana
dalam” katanya tegas.
“Hah?! Jadi tamunya telanjang bulat Pak” aku kaget sekali mendengar penuturannya.
Si Abang hanya mengangguk sambil tersenyum penuh arti. Langsung aku
terbayang bagaimana mungkin aku memijat laki-laki yang telanjang bulat..
Yahh ampun bagaimana kemaluannya kena tanganku.. Jangan-jangan nanti
aku diperkosa.. Bukankah lelaki kalau sudah ereksi harus dikeluarkan air
maninya.. Paling tidak begitu kata almarhum suamiku. Tapi aku butuh
uang untuk meneruskan kehidupan aku dan anakku. Bagaimana yah batinku.
“Tapi jangan takut..” kata si Abang tadi membuyarkan lamunanku.
“Disini para tamu dilarang membuat tindakan asusila.. Misalnya beginian
ditempat ini” kata si Abang menunjukkan jempolnya yang disisipkan
diantara telunjuk dan jari tengahnya yang berarti tanda bersetubuh.
“Tapi kalau kamu kocok kemaluannya sampai bucat nahh itu wajib dilakukan
kalau tamu meminta.. Harus dilayani.. Tidak boleh ada tawar menawar
harga untuk itu” katanya sambil tersenyum.
Aku kembali bergidik yahh ampun.. Bagaimana mungkin aku lakukan..
Artinya kalau aku menerima 5 tamu berarti aku memegang 5 penis.. Ohh my
god pikirku.. Terasa adrenalin-ku memancar ditubuhku.. Baru aku sadar
sudah lebih 3 bulan ini aku tidak pernah memikirkan penis setelah
kematian suamiku. Dan hanya penis suamiku lah yang satu-satunya pernah
kupegang selama hidupku.
“Bagaimana? Kamu setuju?” tanya si Abang mengagetkan aku.
“Ehh.. Saya pikir-pikir dulu Pak nanti” kataku gugup.
“Tidak bisa nanti-nanti” kata si Abang tegas katanya sambil matanya memandang payudaraku.
“Kamu harus putuskan sekarang.. Mau atau tidak dengan pola kami, kalau
setuju.. Mulai besok kamu boleh langsung masuk untuk di trainning..
Kalau tidak mau atau pikir-pikir.. Atau nanti-nanti.. Atau besok-besok..
Itu sama saja artinya kamu tidak ada kesempatan lagi kerja disini” kata
si Abang dengan suara keras.
Aduhh bagaimana dong.. Mulai muncul kepananikan dalam diriku.. Aku mulai
tidak dapat berpikir jernih. Ohh iya aku ada ide untuk menolak
pekerjaan ini tanpa menyakiti hatinya..
“Bagaimana dengan gajinya Pak?” tanyaku.
“Hmm kamu cerdas.. Itulah makanya saya suka sama kamu.. Melamar kerja
memang harus tanya gaji” kata si Abang sambil menyalakan rokoknya.
“Disini beda dengan panti pijat yang lain.. Disini kamu dapat gaji tetap
Rp.300.000/bulan ditambah bonus Rp. 15.000,- per tamu yang kamu handle.
Jadi kalau sehari kamu dapat 3 tamu saja.. Kerja sebulan 22 hari..
Hmm..” kata si Abang sambil menarik hidungnya yang mancung sambil
menghitung.
“Berarti sebulan kamu menerima paling kecil Rp.1.300.000,” lanjutnya.
“Dan itu belum tip dari tamu lho.. Para tamu disini rata-rata memberikan
tip Rp. 50.000, setiap pijat.. Jadi hitung sendiri berapa penghasilan
kamu?” kata si Abang sambil tersenyum.
Cepat aku menghitung.. Dahiku mengkerut.. Tip Rp.50 ribu per tamu..
Kalau ada tamu sehari 3 orang berarti aku bawa pulang tiap hari Rp.
150.000, kalau itu dikalikan 22 hari sama dengan hmm Rp.3.300.000,-..
Besar sekali batinku.. Dan ehh tunggu dulu.. Itu belum ditambah
penghasilan tetap Rp. 1.300.000,-.. Berarti uang yang ku terima tiap
bulan Rp.4.600.000,- Ohh aku berteriak dalam hati.
Ekspresi kegembiraanku kutunjukan dengan senyum ke si Abang.. Mau
rasanya aku peluk dia. Bayangkan saja, uang segitu hampir 4 x gaji
almarhum suamiku yang hanya Rp. 1.200.000,- sebagai supir kantor.
“Bagaimana?” tanya sia Abang.
“Baik Bang.. Ehh Pak” kataku cepat hampir tanpa kontrol.
Si Abang langsung membelai rambutku.. Aku mendiamkan saja karena kegembiraanku.
“Tapi.. Ada tapinya lho..” kata si Abang berbicara dekat dengan wajahku sambil terus membelai rambutku.
“Hah? Tapinya apa Pak?” tanyaku cemas..
“Kamu harus memang bisa pijat” tegas si Abang.
“Ohh pasti lah Pak.. Saya pasti akan lakukan tugas saya untuk membuat tamu senang” kataku kembali tenang.
“Anak baik.. Nahh ada persyaratan 1 lagi yang paling penting dalam test saat ini” lanjut si Abang.
“Apa Pak?” tanyaku masih heran, koq ada lagi..
“Kamu harus bisa membuktikan sekarang juga kalau kamu memang bisa
pijat.. Sama dengan yang dilakukan teman kamu diluar tadi.. Kamu lihat
toh?!” siabang menarik rokoknya sambil melihat ke arah enternit.
“Boleh Pak.. Ehh.. Jadi yang saya pijat Pak Fahmi.. Yang diluar tadi Pak?” tanyaku.
“Bukann.. Tidak dengan siapa-siapa.. Tapi dengan saya.. Disini” katanya tegas.
“Ohh.. Baik Pak.. Saya siap” lanjutku sambil tersenyum.
“Ok.. Ayo kita ke tempat tidur” katanya sambil menarik tanganku dan berjalan ke arah springbed warna pink dekat jendela.
Lalu dia menyerahkan sebuah botol.
“Ini creamnya” aku menerima botol tersebut dari si Abang.
“Anggap saja aku tamu kamu yah Nita” kata si Abang sambil membuka baju dan kaos oblongnya.
Aku mengangguk setuju.
Wuih.. Takjub sekali aku melihat badan si Abang yang masih terlihat
otot-otot baik di dada maupun di perutnya dengan dihiasi bulu disekitar
dada menyambung sampai ke pusar. Walaupun usianya pasti mendekati 50
pikirku. Si Abang tersenyum kearahku melihat caraku memandang tubuhnya..
Aku jadi malu, kutundukkan mukaku.
Lalu masih dengan memakai celana panjang, siabang langsung tidur
telungkup di tempat tidur. Aku termangu sekejap tidak tahu apa yang
harus dilakukan.
“Ayo.. Pijat cepat,” kata si Abang sambil menarik tanganku untuk dibimbing ke pundaknya.
Aku pijat pundaknya.. Keras sekali..
“Apakah ada yang salah dengan pelayanan kamu sebagai pemijat di tempat ini?” tanya si Abang.
“Apa.. Apa ada yang salah Pak?” aku bertanya tidak mengerti.
“Tadi kan sudah saya terangkan kalau ditempat ini tidak boleh ada tamu
yang mengenakan pakaian apapun termasuk celana dalam.. Kamu lupa?”
Dhuarr.. Jantungku mau copot rasanya mendengar pertanyaan si Abang..
“Ehh.. Apa perlu sekarang Pak?” tanyaku dengan muka yang merah, untung si Abang tidak melihat perubahan mukaku.
“Tadi kan saya bilang juga.. Anggap saja saya tamu kamu?” si Abang mulai terlihat nada tidak senang.
“Cepat katakan ke tamu kamu” lanjut si Abang..
Aku tidak dapat menyembunyikan rasa kikuk ku..
“Pak.. Ehh.. Anu.. Celananya dibuka yah Pak” kataku dengan suara bergetar.
“Buka aja sendiri” kata si Abang sambil membalikan badannya dan memandang ke arahku.
Aku terdiam sesaat.. Ragu.. Si Abang dengan cepat menarik tanganku
supaya aku lebih mendekat dan menuntun tanganku ke ikat pinggangnya..
“Cepat buka” perintahnya.
Aduhh kalau tidak membayangkan uang yang akan aku peroleh dari pekerjaan
ini, pasti aku sudah kabur dari tempat ini. Dengan gemetar aku buka
ikat pinggangnya dan selanjutnya kancing celana dan terakhir retsluitng
celana si Abang.
“Ayo.. Tarik celana ku” kata si Abang.
Pelan aku tarik celana panjang si Abang sambil melirik ke muka si Abang.
Pinggul Si Abang diangkat lalu kakinya juga diangkat hingga dengkulnya
menyentuh perutnya tapi mukanya tidak menunjukan ekspresi apapun.
Tanganku terus menurunkan celana panjang tersebut tapi mataku tidak
berani kemana-mana.. Hanya memandang dengkulnya yang nyaris menyentuh
wajahku..
Tiba-tiba..
Si Abang menurunkan kakinya yang tadi dengkulnya menyentuh perut..
Denngg.. Ya ampun.. Terpampanglah penis yang begitu gemuk dan kepalanya
yang sebesar kepalan anak bayi. Bagaimana mungkin ada penis sebesar itu
pikirku dengan rasa takjub yang tidak terhingga sehingga tidak sadar aku
memelototi penis si Abang, rupanya si Abang tidak mengenakan celana
dalam lagi.
3 detik berlalu aku dilanda rasa terkejut dan takjub dengan pemandangan
yang hanya berjarak kurang dari sejengkal.. Tiba-tiba.. tanganku diraih
oleh Abang dan langsung di tuntun memegang penisnya.. Adduhh.. Jantungku
rasanya mau meledak dengan sirkulasi darah yang begitu cepat.. Penis
itu sudah dalam genggamanku.. Hangat dan berdenyut penis tersebut dalam
genggamanku.
Wow.. Wow.. Wow.. Sudah kupegang tapi kepala dan leher penis ada di luar
genggamanku.. Luar biasa sekali besarnya. Tidak sadar tanganku meremas
dan memaju mundurkan penis tersebut, gemas sekali melihat ada penis
begitu besar mungkin lebih 2 x dari penis Mas Imron almarhum suamiku.
“Bagus Nita.. Iya begitu” kata si Abang yang sampai aku remas penisnya tapi aku belum tahu namanya.
Dengan gemas kupercepat kocokan di tanganku dan seiring dengan kocokan
itu maka penis tersebut menjadi makin gemuk dan makin panjang.
Urat-uratnya menonjol semua.. Besar-besar. Si Abang menghentikan
kocokanku dan memencet botol yang berisi cairan seperti baby oil ke
telapak tanganku, lalu aku kembali mengocok kembali penis tersebut.
Dibawah sana, celana dalamku sudah terasa basah sekali mengeluarkan
cairan pelumas yang biasanya dimaksudkan untuk menyambut serangan penis.
3 bulan lebih sudah aku tidak mendapat sentuhan lelaki dan kini rasanya
aku sangat butuh sekali penis. Digenggamanku sudah ada penis tapi
bagaimana aku memintanya? Baru saja aku selesai berpikir demikian,
seperti membaca pikiranku, tangan si Abang tiba-tiba meraih pahaku untuk
ditarik mendekat kearah kepalanya.
Tidak ada perlawanan dari kakiku.. Aku dekatkan pinggulku kearah
kepalanya tapi dengan posisi aku tetap berdiri. Perlahan tapi pasti,
tangan si Abang kini menyelusup ke dalam rok ku dan berhenti di
selangkanganku. Salah satu jarinya menerobos masuk melalui celana dalam
ku..
“Auhh” teriakku menghentikan kocokanku karena jari si Abang langsung menyentuh dan menekan clitoris ku sambil diputar-putar.
“Ohh..” aku mengerang sambil menengadahkan mukaku menikmati rasa nikmat yang luar biasa menyerbuku.
Menengadah aku sambil memejamkan mata merasakan gejolak yang rasanya
luar biasa ini dan rasanya ini tidak dapat dihentikan lagi. Tidak sadar,
sangking merasakan nikmat, aku pun jatuh seperti tidak ada tenaga.
Si Abang cepat bangkit meraih tubuhku dan menidurkan pada spring
bed-nya, walaupun demikian aku masih sadar kalau kakiku juntai berada
diluar spring bed. Lalu si Abang mengangkat kedua kakiku mengangkat rok
dan menurunkan celana dalamku.. Ohh aku sudah tidak bisa mundur lagi
sekarang..
Tapi urat sadar dan urat malu ku masih berfungsi walaupun kecil sekali kadarnya..
“Bang.. Ehh Pak.. Jangan Pak.. Saya belum pernah begini selain dengan suamiku” kataku dengan suara pelan.
“Apa?” tanya Abang seperti tidak mendengar dan langsung terasa bibirnya ada di paha atas ku.
“Ohh” aku mengerang nikmat tidak jadi memprotes malah menikmati bibir yang menarik-narik lembut kulit pahaku.
Dan pada akhirnya kurasakan sesuatu yang hangat dan lembut menyentuh
clitorisku dan menariknya keluar dengan lembut. Aku penasaran sekali
dengan apa yang diperbuat si Abang.. Ya ampunn terlihat mulut si Abang
dengan rakusnya menarik-narik daging yang disekitar vaginaku..
Ampunn nikmattnyaa.. Kembali kepalaku roboh seperti tidak bertanaga merasakan kekuatan strom yang begitu hebat.
“Ohh.. Bangg.. Kenapa bisa nikmat begini..” aku mendesis seperti tidak percaya dengan keadaan ini.
Sejujurnya suamiku dulu, tidak pernah melakukan hal ini kepadaku
sebelumnya. Jadi vaginaku dijilat sungguh-sungguh pengalaman yang baru
bagiku.. Dan lahar itupun tidak dapat dibendung.. Tubuh kaku terasa
pucat dan gelap semuanya ketika kurasakan cairan vaginaku deras
menerjang.
“Ohh..” aku merintih sambil keluar air mata.
Crott.. Crott .. Crott.. Aku orgasme.. Ya ampun.. Kenapa aku orgasme
begini hebatnya batinku. Tidak sadar beberapa detik, akhirnya aku bisa
melihat cahaya lagi.. Pelan kepalaku mencari si Abang.. Ohh rupanya dia
masih menjilati cairan vagina dengan rakusnya.. Ohh lidah itu.. Kenapa
masuk kedalamm.. Uhh kembali aku dilanda ketegangan baru.
Lidah itu kenapa kasar sekali bagaikan amplas menjilati setiap relung
kehormatanku ini.. Astaga nikmatnya tak dapat dikatakan dengan kata-kata
apapun. Namun aku kecewa ketika kulihat Abang berdiri. Apakah ini akan
berakhir?
Tapi.. Tidak.. Ohh ternyata Abang menarik pinggulku sehingga badanku
ikut tertarik ke arahnya.. Astaga.. Apakah ini akan terjadi batinku..
Apakah persetubuhan ini akan terjadi.. Aku menduga sambil berharap.
Kedua kakiku diangkat oleh si Abang sampai dengkulku menyentuh perutku.
Terpampanglah sudah kehormatanku.. Berhadapan langsung dengan penis si
Abang yang tegang dengan angkuhnya.
Dan..
Deekk.. Terasa kepala penis si Abang sudah bertemu bersentuhan dengan
pintu vaginaku.. Keras sekali penisnya terasa. Ohh.. Nikmatnya.. Aku
terpejam dan berusaha keras tidak bersuara.. Aku malu. Aku tidak mau
memprotes dan juga tidak mengiyakan apa yang telah si Abang lakukan ini
kepadaku. Aku ingin kejadian ini berjalan saja menurut putaran detik.
Aku sudah siap dan sangat ingin melakukan persetubuhan ini. Rasanya aku
sekarang sedang melaksanakan takdirku.
Pelan sekali tapi pasti kurasakan penis Abang menyeruak masuk.. Uhh
besar sekali terasa kepalanya masuk.. Keras sekali bagaikan baja yang
lembut. Si Abang berhenti sebentar, bibirnya terasa menyentuh bibirku..
Aku membalas ciuman Abang.. Kusedot pelan bibir atasnya sambil lidahku
bermain disana.. Ahh nikmat sekali
Kurasakan kepala penis Abang di tarik sedikit.. Lalu di dorong kembali
kedalam.. Uhh rasanya lebih dalam dari sebelumnya. Ada 6-7 kali penis
Abang keluar masuk tapi hanya disekitar kepala dan leher penisnya saja..
Lalu ciuman Abang pindah ketelingaku.. Aku semakin terangsang..
Tak sadar pinggulku pun kutekan keatas dan bersamaan dengan itu penis si
Abang masuk secara pelan namun terus.. Terus.. Dan terus.. Menembus
kedalam dan kurasakan mentok lalu berhenti.. Baru lah disitu aku rasakan
penuh sekali vaginaku.. Terasa ingin meledak tapi nikmatt sekali.
“Ohh bangg..” mataku sayu memandang Abang yang sudah dalam posisi mukanya hanya berjarak 15 cm dari wajahku..
Tanganku mengusap pipinya.. Terasa pinggul Abang ingin menekan terus
tapi yah memang sudah mentok. Berdenyut-denyut bergantian kelamin kami
didalam sana. Seakan-akan sedang berkenalan dan bertutur siapa. Aneh
batinku.. Kenapa aku tidak merasakan sakit sedikitpun saat penis raksasa
itu masuk kedalam vaginaku.
Luar biasa orang ini pikirku.. Pasti dia sudah berpengalaman sekali
dengan wanita. Pendek saja si Abang mengangkat pinggulnya dan menekan
kembali sudah membuat aku hanyut pada sesuatu yang entah apa namanya.
Lalu tiba-tiba..
Si Abang berdiri.. Uhh.. Otomatis penisnya terangkat menghantam
langit-langit vaginaku.. Nikmat sekalii.. Sedetik kemudian si Abang
cepat menarik seluruh penisnya sehingga bisa kulihat mengkilat terkena
cairanku lalu di hantam ke dalam lagi.. Keras sekali penisnya terasa..
Cepat ditarik kembali..
Dengan pandangan yang sayu, aku dapat melihat muka si Abang seperti
entah dendam.. Entah gemas dia terus memacu pinggulnya dengan cepat.
Tidak terasa dan tidak pernah dalam sejarah persetubuhan dalam hidupku
aku mengerang keenakan diiringi kayuhan cepat pinggul Abang keluar masuk
sambil tangannya memaju mundurkan pinggulku..
Dan.. Luarr biasaa.. Crett.. Crett.. Croott.. Aku kembali dilanda orgasme ke dua kalinya..
Kembali dunia gelap, tak terdengar apapun rasanya.. Yang ada hanya
kenikmatan yang bergulung-gulung rasanya menerpaku.. Tapi aku masih
terasa kalau tubuhku masih di maju mundurkan oleh tangan Abang dan
penisnya keras masih maju mundur.. Kesadaranku hampir pulih.. Ketika
kulihat Abang masih berkeringat menggenjot penisnya pada lubang
surgaku.. Dan..
“Ahh..” si Abang teriak dengan kencangnya..
Sedetik kemudian kurasakan.. Crott.. Croott.. Crott.. Crott.. 4 kali
tembakan keras dan panas dapat kurasakan menghantam rahimku.. Ohh..
Nikmatnya persetubuhan ini batinku.. Kuarasakan Abang yang berbadan
demikian besarnya terjerembab jatuh ke dadaku. Memelukku yang masih
berpakaian atas lengkap tapi sudah basah dengan keringat dan kini makin
basah menyapu keringat dari badan si Abang.
“Nita..” kata Abang setelah ada setengah menit memeluk aku..
“Kamu luar biasa.. Memekmu tidak ada duanya”
Kaget juga aku dia mengucapkan milikku dengan vulgarnya.. Hehehe tapi
nggak papa.. Tohh penisnya masih berada dalam memekku.. Ehh vaginaku..
Koq aku jadi ikut ngomong yang jorok.. Aku tersenyum.
“Maaf Bang, aku mau ke kamar mandi”
Aku kembali tidak menanggapi omongan Abang paling tidak harga diriku tidak runtuh total pikirku.
“Ohh iya.. Itu kamar mandinya..” kata Abang sambil menarik penisnya dari vaginaku dan berdiri.
Aku bangkit dan duduk, kulihat penisnya Abang masih meneteskan cairan
kami berdua. Luar biasa penis itu. Walaupun sudah tertidur tapi sangat
panjang dan gemuk jatuh kebawah dan meneteskan cairan.
Setelah membersihkan diri akupun dipersilakan pulang untuk kembali ikut
trainning keesokan harinya. Tak lupa si Abang menyerahkan amplop dan
menyalamkannya pada tanganku.
“Untuk anakmu” katanya.
Dan ketika kubuka di rumah ternyata amplop tersebut berisi uang sebanyak
satu juta Rupiah. Ohh aku menjadi perempuan pelampiasan nafsu.
Diperkosa dikasih duit pula.