Seminggu yang lalu isteriku Susan, berulang tahun yang ke dua puluh enam
dan untuk merayakannya, kami sepakat untuk mengadakan pesta yang
spesial untuknya. Dia ingin mengundang beberapa temannya saat kuliah
yang sudah lama tak bertemu dan belum pernah aku kenal sebelumnya. Aku
sedikit merasa ragu apa itu ide yang bagus, tapi karena Susan belum
pernah sekalipun reuni semenjak dia lulus, dia bilang sangat kangen
dengan teman temannya dan ditambah dengan beberapa rayuan darinya,
akhirnya dia berhasil mendapatkan persetujuanku.
Alasan kenapa aku merasa agak ragu adalah karena Susan adalah tipe gadis
pesta saat kuliah dulu, sedangkan aku kebalikannya. Setidaknya itu yang
kudengar dari beberapa orang dan dari mulutnya sendiri saat dalam
kondisi mabuk. Dia mengaku pernah berpesta dengan sekumpulan
teman-temannya yang gila dan berpasangan dengan hampir semua cowok
yang hadir. Aku tak tahu apa yang dia maksud dengan berpasangan tapi
kuputuskan untuk tak menanyakannya lebih jauh.
Susan sendiri adalah seorang wanita cantik dengan rambut bergelombang
sebahu dan senyuman yang menawan. Tinggi dan berat tubuhnya rata-rata,
dengan paha langsing yang berujung pada pantatnya yang montok kencang.
Dadanya tak begitu besar namun penuh dan bulat. Aku merasa bangga dengan
keindahan tubuhnya dan sering aku menyuruh dia untuk memamerkannya.
Saat pergi ke pantai, selalu kurayu dia agar melepaskan bikini atasnya
kala malam hari dan berjalan denganku di sepanjang pantai. Dan aku
merasakan sebuah getaran aneh setiap kali melihat beberapa orang,
terutama pria yang berpapasan dengan kami mencuri pandang ke arah
dadanya. Susan selalu berpura-pura merasa malu tapi aku yakin kalau dia
menikmati itu semua, sama sepertiku.
Pada malam saat hari pesta tiba, dia memakai tank-top dengan belahan
rendah berpadu dengan bawahan lebar selutut. Dia merasa sangat excited
untuk berjumpa dengan teman-teman lamanya. Kami pergi keluar untuk
dinner sebelumnya dan saat dinner, kuperhatikan dia menenggak wine lebih
banyak dari biasanya. Dia selalu jadi horny kalau mengkonsumsi alkohol
dan malam ini tak terkecuali. Saat perjalanan pulang ke rumah, tangannya
tak pernah lepas dari selangkanganku. Tapi aku sedang mengemudi dan aku
ingin tiba dengan selamat sampai di rumah, jadi kutepis tangannya.
“Sayang, mungkin aku akan menikmati pestaku dan have some fun malam ini. Jadi jangan marah, ya?”
“Apa maksudmu?” tanyaku merasa agak gusar.
“Aku sudah berteman sangat lama dengan teman-temanku ini, wanita dan
prianya juga. Dan kita sudah mengalami banyak hal bersama, jadi mungkin
nanti pestanya akan sedikit gila-gilaan dan penuh permainan dengan
meraka,” ucapnya.
“Ok…” jawabku, tak tahu harus merespon bagaimana.
“Berjanjilah padaku kamu tak akan jealous kalau nanti ada permainan yang
agak nakal dan liar berlangsung. Lagipula kamu selalu menyuruhku untuk
memamerkan tubuhku kan?”
“Well, baiklah. Hanya saja, kamu tahu, jangan terlalu gila,” jawabku.
“Oh sayang, I love you,” jawabnya dan mendekatkan diri padaku untuk memberiku sebuah ciuman di pipi.
Di sisa perjalanan pulang Susan mengganti topik pembicaraan, tapi otakku
masih tetap tersangkut pada pestanya nanti. Memang kuakui aku suka saat
dia mempertontonkan keindahan tubuhnya, tapi melakukannya dihadapan
orang-orang yang dia kenal, lain lagi jadinya. Namun, sebesar rasa
gundah ini, tak kupungkiri betapa besarnya birahiku sendiri. Permainan
gila dan nakal macam apakah yang dia sebutkan tadi?
***
Aku tak punya banyak waktu untuk memikirkannya. Baru saja sejenak kami
masuk ke dalam rumah, sudah terdengar bel pintu depan berbunyi.
Untunglah kami sudah mempersiapkan semua keperluan pesta sebelum keluar
dinner tadi. Susan bergegas menuju pintu depan, roknya terlihat terayun
naik turun. Kuperhatikan kemudian kalau dibalik rok pendeknya tersebut
dia memakai celana dalam berwarna hitam berenda yang sangat seksi.
Pintu terbuka dan masuklah seorang perempuan cantik sedikit lebih tinggi
dari Susan, berambut lurus panjang, memakai blouse berkancing dan jeans
yang ketat. Sewaktu dia melihat Susan dia langsung memekik dan keduanya
langsung saling berpelukan. Susan menoleh ke arahku dan berkata,
“Sayang, ini Maggie! Kita teman sekamar semasa kuliah dulu!”
Kuulurkan tangan dan menyapa Maggie, kurasa kalau Susan ingin bermain
sedikit nakal dan liar dengan wanita seperti ini, aku sama sekali tak
merasa keberatan.
Beberapa jam berikutnya, lebih banyak orang lagi yang datang, semuanya
sekitar tiga puluhan, pria dan wanita seimbang banyaknya dan semua
terlihat menarik. Susan menyambut mereka semua dengan jeritan dan
pelukan hangat, sejujurnya terlalu hangat bagiku. Ada satu orang meremas
pantatnya saat isteriku tengah memberinya pelukan selamat datang. Dia
menjerit lagi dan memukul bahu pria yang meremas pantatnya tadi. Lalu
dia menoleh ke arahku dan berkata, “Sayang, ini Richard. Richard,
kenalkan ini suamiku, John!”
“Bagaimana kabarmu?” sapa Richard dengan tersenyum lebar seraya
mengulurkan tangannya untuk menjabat tanganku. Dia sama sekali tidak
terlihat jengah mengetahui kalau aku telah memergokinya meremas pantat
isteriku dan sepertinya dia merasa hal itu tak ada bedanya dengan sebuah
pelukan biasa saja. Aku merasa agak tercengang, tapi aku berusaha untuk
menjaga perasaanku dan menyambut uluran tangannya dengan tersenyum. Aku
lihat hal tersebut bukan masalah besar bagi dia dan tak seharusnya aku
terlalu memikirkannya juga.
Setelah beberapa jenak, pesta sudah mulai sangat meriah. Kusibukkan diri
dengan sering pergi ke dapur untuk mengambil minuman dan hanya berlalu
lalang dikeramaian karena semua teman lama isteriku ini tak ada yang
kukenal sebelumnya. Aku mencoba untuk berbaur dengan mereka, bercanda
dengan Maggie dan beberapa teman Susan yang lain, tapi tetap saja aku
merasa sangat canggung di tengah keriuahan pesta ulang tahun isteriku
sendiri ini.
Adakalanya aku perhatikan beberapa pria terlihat menggoda, bahkan mereka
menyentuh tubuh Susan. Dan bahkan salah seorang pria yang bernama Tim
memegang dan sekaligus meremas salah satu payudara isteriku. Aku sedang
berada agak jauh dari mereka saat kejadian tersebut terjadi dan tak tahu
apa yang menjadi penyebabnya, tapi Susan dan beberapa teman wanitanya
hanya menanggapinya dengan tertawa dan bahkan kemudian Susan membalasnya
dengan meremas selangkangan Tim!
Kejadian seperti itu terjadi di sana sini, membuatku merasa cemburu dan
juga horny. Belum pernah kulihat pria dengan terang-terangan menggoda
dan bahkan menyentuh tubuh isteriku. Dan aku sendiri merasa terkejut
dengan besarnya rangsangan birahi yang kudapat saat menyaksikan itu
semua. Aku merasa seharusnya aku mendatangi mereka dan mengatakan
sesuatu, mungkin seharusnya aku merangkul mesra isteriku agar semua yang
ada di sini tahu kalau Susan adalah isteriku, tapi aku sendiri merasa
terkejut karena aku tak melakukan tindakan apapun.
***
Setelah beberapa jam berlalu, semua orang tampak sudah minum banyak dan
mereka terlihat sudah mulai lepas kendali. Pada obrolanku dengan teman
Susan, aku mengetahui kalau hampir semua wanita dan pria dalam grup ini
pernah berhubungan seks satu sama lain setidaknya satu kali, termasuk
Susan. Belumpernah kudengar hal ini sebelumnya dan aku merasa sedikit
shock saat mengetahui bahwa Susan pernah berhubungan seks dengan
pria-pria ini. Semua orang dalam grup ini begitu akrab satu sama
lainnya.
Ketika aku berjalan keluar dari dapur, kudengar seseorang berteriak,
“Strip rules!” Semua orang tertawa dan berteriak riuh, tapi tak
seorangpun yang melakukan sesuatu. Aku merasa bingung, tapi ada seorang
pria yang mengatakan padaku saat dia berjalan menuju ke dapur, kalau
selama pesta saat kuliah, grup ini memang punya aturan “strip rules”
tadi, dimana ada sebuah aturan yang dibuat dan jika ada seseorang yang
melanggarnya harus melepaskan satu pakaian yang mereka kenakan.
Kelihatannya beberapa menit tadi ada seseorang yang mengatakan sangat
membosankan rasanya terlalu banyak orang yang berkata suka dan dari
situ dengan cepat bergulirlah bahwa jangan mengucapkan kata suka
adalah salah satu dari aturan tersebut.
Belum beberapa lama pria tadi menjelaskan hal itu padaku, terdengar
teriakan riuh dari ruang keluarga. Aku mendekat dan salah satu teman
Susan yang bernama Emily tengah menghentakkan kakinya ke lantai dengan
raut wajah kesal. Semua orang mulai berteriak, bahkan para wanitanya
juga “Lepas! Lepas!”. Emily mulai melepaskan sepatu yang dia pakai, yang
langsung diikuti dengan tepuk tangan dan gerutuan.
Beberapa menit berikutnya kudengar teriakan lagi dan kali ini saat aku
menengok, kulihat Susan berdiri di tengah lingkaran. Dia tertawa dan
menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya,lalu melepaskan sepatunya
juga. Selang tiga puluh menit berikutnya, semakin banyak orang yang
dapat hukuman untuk melepaskan apa yang mereka pakai. Kupikir berat
untuk tak mengucapkan kata suka, tapi ada beberapa orang yang
kelihatannya sengaja mengucapkannya, seakan memang meraka ingin melepas
apa yang mereka kenakan.
Emily mengucapkan kata larangan lagi dan kini dia melepaskan bajunya
hingga bra berenda warna ungu yang membungkus dadanya sekarang
terpampang bebas. Beberapa orang pria berakhir dengan telanjang dada,
termasuk Richard, yang memiliki bentuk tubuh kekar atletis. Susan
memandangi tubuhnya beberapa lama begitu dia bertelanjang dada, yang
membuatku merasa tak nyaman. Aku semakin merasa tak nyaman saat kudengar
Susan mengucapkan kata larangan tersebut hampir sesaat setelah Richard
melepaskan bajunya tadi. Dan saat mata semua orang tertuju padanya,
tangannya menyelinap ke dalam baju dan melepaskan pengait bra yang dia
pakai. Dia melepaskannya dengan tanpa membuka baju yang dia pakai,
kemudian menyodorkannya pada Richard dengan tertawa riang. Richard
menerimanya dan berpura-pura seakan sedang mencumbu bra tersebut, lalu
melemparkannya ke samping begitu saja.
Sekarang Susan sudah tak memakai bra, dapat kulihat bagaimana
terangsangnya dia. Putingnya tercetak jelas, menonjol keluar dari balik
tank-topnya yang sangat ketat. Setiap kali dia melangkah, membuat
payudaranya berguncang dan kala dia berjalan berkeliling, dia dapatkan
perhatian dari para pria yang dia lalui.
Beberapa waktu kemudian, lebih banyak lagi wanita yang tinggal bra saja
sebagai penutup tubuh atas mereka. Satu dari mereka, Melissa, bahkan
kini hanya mengenakan bra dan celana dalam saja. Kebanyakan para prianya
bertelanjang dada dan dua atau tiga diantaranya bahkan hanya boxer saja
yang tersisa. Aku masih berpakaian utuh, itu karena aku hampir sama
sekali tak bicara dan itu adalah sebuah sisi baiknya. Tetapi yang ada
diselangkanganku sekarang sudah sekeras batu menyaksikan para pria
memandangi isteri cantikku dengan payudaranya yang terayun menggoda. Aku
yakin mereka tengah membayangkan seperti apakah kedua daging kenyal
tersebut dibalik tank-topnya.
Namun kemudian keadaan mulai berubah, beberapa pria itu sudah tak lagi
hanya puas dengan bayangan imajinasi mereka. Saat aku tengah menatap
Melissa dengan pakaian dalamnya, dari sudut mataku kutangkap sosok Tim
yang bergerak ke belakang Susan. Dia sedang berdiri di depan grup yang
besar, tengah asik bercerita dan dia sama sekali tak menyadari kehadiran
Tim. Tim tiba-tiba muncul begitu saja tepat di belakangnya dan langsung
mencengkeram tepian tank-topnya, lalu dengan cepat menariknya ke atas
hingga sebatas leher. Payudaranya yang penuh dengan puting nan besar
langsung melompat berguncang ke hadapan semua mata yang ada di depannya
dan langsung disambut oleh teriakan riuh mereka. Susan pura-pura marah
dan segera menurunkan tank-topnya, menepiskan tangan Tim lalu kemudian
meneruskan kembali ceritanya seakan tak terjadi apa-apa.
Aku merasa cemburu tapi sekaligus terangsang. Semua yang berada dalam
ruangan itu telah melihat payudara isteriku dan dia terlihat tak
merisaukannya sama sekali. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, hingga
aku hanya berdiri saja di tempatku, menyaksikan semua tingkah laku
mereka. Tim berjalan menjauh dan tangannya diangkat untuk melakukan toas
dengan sekelompok pria, lalu pergi mendekati Maggie dan mulai
menggodanya.
Setelah beberapa menit berlalu, Susan bejalan mendekatiku. Terlihat
jelas dia sudah mabuk, mukanya merah dan jalannya agak sempoyongan. “Oh,
sayang, kamu tidak jealous, kan?” tanyanya. “Mereka kan sudah pernah
melihat sebelumnya. Dulu kami sering melakukan permainan yang seperti
tadi. “
“It’s okay, itu membuatku horny,” jawabku, sejujurnya tak yakin apakah yang aku katakan ini bohong atau tidak. “Go have fun.”
Senyumannya semakin lebar dan dia menciumku begitu dalam. “I love you!”
bisiknya, lalu melenggang pergi untuk bergabung kembali dengan
teman-tamannya.
***
Setelah pertunjukan payudara Susan yang singkat tadi, lebih banyak
orang lagi yang semakin berani memperlihatkan bagian tubuh mereka yang
masih berpenutup. Salah seorang pria yang hanya memakai boxer maju ke
tengah lingkaran kerumunan dan melakukan gerakan layaknya seorang
stripper. Sebagai balasannya, Emily menaikkan bra-nya. Karena
payudaranya berukuran lebih besar dari milik Susan dan juga dia terus
tertawa renyah, dia jadi agak sedikit kesulitan saat berusaha menurunkan
bra-nya untuk menutupi kembali payudaranya. Tim kembali mengangkat naik
baju salah seorang wanita, tapi wanita tersebut masih memakai bra dan
tiba-tiba dia berbalik untuk membetot turun celana Tim. Tim hanya
tertawa tergelak dan melangkah keluar dari celananya, lalu melenggang
hanya dengan boxer yang masih tersisa menutupi tubuhnya.
Aku melangkah menuju ke arah dapur untuk mengambil sebotol bir lagi,
tapi saat aku masuk ke dalam dapur kutemukan dua orang yang tengah asik
bercumbu. Keduanya hanya memakai pakaian dalam saja, meskipun aku tak
tahu apakah pakaian mereka terlepas karena permainan tadi ataukah baru
saja mereka lolosi saat bercumbu. Kuambil birku dan melangkah keluar
dari dalam dapur tanpa keduanya menyadari kehadiranku.
Tepat saat aku memasuki ruang keluarga, kusaksikan Susan yang tengah
menertawakan Richard yang sedang melakukan gerakan menggoyang dan semua
orang bisa dengan jelas melihat batang penisnya terayun di dalam
boxernya. Tiba-tiba saja dia menurunkan boxernya, memperlihatkan
sebatang penis yang besar dan panjang. Susan tak mampu menahan pekikan
terkejutnya yang disusul derai tawanya yang keras. Alisku mengernyit,
sama sekali aku tak mengharapkan melihat seorang pria telanjang dan
kenyataan kalau Richard begitu besar dibandingkan aku, semakin membuatku
merasa cemburu.
Tak berapa lama kemudian, ada seseorang yang mengganti musik, dari band
menjadi R&B modern. Beberapa kelompok wanita mulai berdansa ditengah
ruang keluarga dan beberapa pria kemudian bergabung menyusul mereka,
tapi kebanyakan mereka menyingkir untuk memberikan ruang dan asik
mengobrol di sudut ruangan.
Aku melangkah menuju ke ruang makan dan berdiam diri di sana, berusaha
untuk mengenyahkan bayangan penis Richard dan reaksi Susan dari dalam
kepalaku.
Ketika aku kembali lagi ke ruang keluarga, seseorang telah meredupkan
lampunya dan ada beberapa pasangan dengan tubuh merapat erat berdansa di
tengah ruangan dengan diiringi musik yang slow. Beberapa yang lainnya
hanya menggoyangkan tubuhnya saja mengikuti alunan musik. Kulihat Susan
dan Maggie sedang asik saling berbisik di salah satu sudut ruangan. Lalu
mereka berpisah, Maggie melangkah ke tengah ruangan dan Susan berjalan
menuju ke arahku.
Susan menggelayut merapat tubuhku dan berbisik di telingaku. “Sayang,
kamu selalu ingin agar aku memamerkan tubuhku, kan? Itu membuatmu horny,
benar bukan?”
“Yeah yeah,” jawabku asal. “Maksudku, kalau memang kamu mau. Lakukanlah.”
Sama sekali tak terdengar nada semangat, tapi itu sudah cukup baginya.
Dia mencium pipiku dan kemudian melangkah ke tengah ruangan menyusul
Maggie.
Keduanya mulai berdansa dan menggoyangkan pinggul mereka dengan begitu
erotis mengikuti irama musik. Saat meliukkan tubuhnya, perlahan Maggie
mulai melepaskan kancing blousenya dan segera saja orang-orang mulai
bersiul, berteriak riuh rendah menyambutnya. Dia buka blousnya,
memperlihatkan sepasang payudara terbungkus bra berwarna hitam.
Yang membuatku terkejut, Susan mulai menaikkan tank-topnya juga. Sekali
lagi, payudaranya tersaji dihadapan mata mereka semuanya dan saat dia
menaikkan tank-topnya lepas melewati kepala, sepasang payudaranya jadi
terangkat naik dengan kencang. Sorakan bergemuruh semakin keras memenuhi
ruangan dan Susanpun melempar jauh tank-topnya begitu saja.
Isteriku terlihat begitu mempesona. Payudaranya terayun lembut seiring
tiap gerakan pelannya dan puting merahnya telah mencuat keras seakan
menantang semua mata yang sedang menatapnya. Aku hanya bisa
menyaksikanya saja, mendapati semua orang sekarang dapat melihat dengan
bebas keindahan payudara bulat dan perut kencangnya. Aku benar-benar
terangsang begitu hebat dan juga terlihat jelas, namun tentu saja tak
ada seorangpun yang menaruh perhatian pada bagian depan celanaku yang
menggembung.
Lagu slow usai dan berganti dengan lagu berirama cepat, Susan dan Maggie
mulai menggerakkan tubuh mereka semakin cepat. Beberapa pria mulai
bergabung dengan mereka dan segera saja isteriku berada di tengah
himpitan dua orang pria yang merapat tubuhnya erat. Pria yang di
depannya masih berpakaian utuh, tapi pria yang di belakangnya hanya
memakai boxer saja. Aku yakin kalau sedang pria itu menggesekkan
penisnya ke pantat isteriku dan Susan juga membalas dengan gesekan
pantatnya ke belakang. Senyuman masih terkembang di wajah Susan, tapi
mimik wajahnya terlihat berubah lebih erotis. Pria yang di depannya kini
melepaskan bajunya dan mulai menggesekkan dada telanjangnya ke payudara
isteriku. Sedangkan tangan pria dibelakangnya mulai bergerak naik turun
membelai kedua paha isteriku dari balik roknya.
***
Suasana mulai bertambah berat sekarang, tapi aku tetap tak mampu
bergerak. Sudah sejauh ini aku ikut menikmati semuanya, kurasa akan
terlihat sangat konyol jika aku akan menghentikan pesta saat ini.
Sebaliknya, aku palingkan pandangan ke arah Maggie, separuh hatiku
berharap saat aku menoleh kembali ke arah Susan, kedua pria itu sudah
pergi. Maggie sedang berdansa dengan Tim, menggoyangkan pantatnya
menggoda selangkangan Tim, yang kedua tangannya sedang sibuk bermain
dengan payudaranya yang masih tetap tertutup oleh bra. Maggie lebih
terlihat hanya sedang bermain-main saja, meskipun dengan seorang pria
yang tengah merabai tubuhnya dan itu membuatku merasa bahwa isteriku
sedang menghianatiku.
Saat pandanganku kembali ke arah Susan, pria yang dibelakangnya masih
ada, tapi yang di depannya sudah pindah berdansa dengan wanita lainnya
lagi. Aku merasa agak sedikit lega, namun kedua tangan pria yang
dibelakangnya itu sekarang sedang berada di dada isteriku, menarik dan
memilin kedua putingnya. Kedua mata isteriku terpejam, tapi aku tak tahu
apakah dia tengah menikmati apa yang dilakukan pria itu padanya ataukah
hanya sedang menikmati alunan musik saja. Tiba-tiba saja tangan pria
itu bergerak turun ke paha isteriku lagi dan bergerak naik, masuk ke
balik roknya. Isteriku menjerit tercekat dan kemudian tertawa manja,
tapi sama sekali tak melakukan sesuatu untuk mencegahnya.
Detik berikutnya tangan pria itu bergerak turun dan kusaksikan dia
sedang menarik turunkan celana dalam isteriku. Terus dia turunkan hingga
lututnya lalu membetotnya dengan cepat hingga celana dalam itupun
robek. Pria itu meneriakkan tanda kemenangannya dan melemparkan celana
dalam isteriku jauh ke sudut ruang, sedangkan isteriku hanya tertawa
saja.
Orang-orang yang melihat kejadian itu bertepuk tangan dan berteriak
riuh. Susan menoleh ke arahku lalu tertawa dan mengangkat jari tengahnya
ke arah para pria, kemudian membalikkan ujung roknya cukup tinggi untuk
memperlihatkan sekilas vaginanya pada mereka. Teriakan terdengar
semakin bertambah keras dan Susan kembali ke tengah ruangan untuk
kembali berdansa dengan beberapa teman wanitanya.
Kurasakan nafasku sesak dan seakan ada ganjalan besar di dadaku.
Isteriku hanya memakai rok dan baru saja mempertontonkan vaginanya
kepada teman-tamannya dan itu terjadi setelah seorang pria menggerayangi
tubuhnya untuk beberapa lama. Aku menoleh ke arah Maggie, berharap
mungkin dia sama telanjangnya dan itu akan membuatku merasa lebih baik,
tapi Maggie masih tetap memakai bra dan jeansnya. Dia sudah tak berdansa
sekarang dan sedang mengobrol dengan beberapa pria dengan ereksi yang
terlihat jalas dari balik boxer mereka.
Aku kembali menoleh ke arah Susan. Dia masih berdansa dengan teman
wanitanya, tapi terlihat jelas kalau dia sedang memberikan tontonan pada
para pria yang menyaksikannya. Lagu yang mengalun berirama lumayan
cepat dan dia benar-benar memanfaatkan irama tersebut, bergoyang dan
meliukkan tubuhnya dengan cepat dan liar. Payudaranya memantul dan
bergoncang serta roknya terkibar naik turun. Beberapa kali rok tersebut
terangkat cukup tinggi dan kembali mempertontonkan vaginanya dengan
bebas. Rambut kemaluannya yang dicukur pendek tampak begitu hitam
kontras di atas kulitnya yang putih.
Semua mata para pria tertuju padanya, bahkan para pria yang sedang
mengobrol dengan wanita di depannya. Meskipun sama sexynya dengan para
wanita dalam ruangan ini, tapi isteriku satu-satunya yang telanjang dada
dan dia juga menyuguhkan sebuah tontonan yang mengalahkan semua yang
dilakukan wanita lainnya. Mereka yang berada di hadapan isteriku
mendapatkan suguhan pemandangan payudara dan selangkangannya sedangkan
yang berada di belakangnya mendapatkan tontonan pantatnya yang sekal
kencang.
Susan terlihat melakukan itu semua dengan sengaja, menggoyangkan
pinggulnya dengan liar agar ujung roknya dapat terlempar sedikit naik
turun lalu menghentakkannya cukup keras hingga ujung roknya tersibak
naik seutuhnya. Tampak jelas dia nikmati semua perhatian yang dia
dapatkan, bisa kulihat vaginanya berkilau oleh basahnya.
Lagunya selesai seiring dengan habisnya CD. Saat salah seorang wanita
mengganti CD, Susan berjalan ke arahku. Sebelum dapat kuucapkan sepatah
kata, dia memelukku erat dan mencium bibirku dengan keras. Dapat
kurasakan payudaranya menempel pada bajuku dan ereksiku yang menyodok ke
perutnya.
“Kamu sungguh baik,” katanya. “Aku senang kamu tidak marah pada kelakuan kami yang sedikit gila-gilaan.”
Ingin kukatakan kalau aku mulai merasa marah dan kelihatannya hanya dia
saja satu-satunya yang having fun tak ada seorang wanitapun yang
bertelanjang dada kecuali dia! Tapi dia terdengar begitu bahagia saat
mengatakan itu semua hingga membuatku hanya diam saja dan cuma
mengangguk.
“Kamu perhatikan teman priaku menggerayangi dadaku tadi? Aku harap kamu
melihatnya. Aku tahu kalau itu membuat kamu horny,” ucapnya dengan nada
begitu sexy sambil meremas penisku. Hampir saja aku langsung keluar di
celana.
Dengan seringai menggoda, dia berbalik dan kembali ke pesta. Dia
berdansa lagi, meliukkan tubuh indahnya, membuat roknya terangkat dan
mempertontonkan vaginanya.
Aku melangkah menuju ruang makan untuk menata perasaanku. Aku begitu
horny, terangsang hebat, tapi juga teramat marah. Isteriku telah
mempertontonkan seluruh bagian tubuh terlarangnya pada sekelompok orang
yang tak aku kenal dan aku bahkan tak memiliki keberanian sedikitpun
untuk menyikapinya. Entah bagaimana aku merasa sangat malu karena
menjadi terangsang juga. Kuhabiskan waktu kurang lebih satu setengah jam
di dalam ruang makan hingga akhirnya kuputuskan untuk kembali ke ruang
keluarga, kembali ke pesta, berharap suasana akan jadi sedikit mereda.
***
Hal pertama yang aku saksikan adalah Maggie yang kembali berdansa. Kali
ini bra yang dia pakai sudah terangkat naik hingga lehernya, mungkin
oleh salah satu teman prianya dan dia tak ambil pusing untuk membenarkan
letaknya kembali ataupun melepaskannya. Payudaranya terlihat mempesona,
sedikit lebih besar dari Susan, namun putingnya lebih kecil lagi. Dia
tengah berdansa dengan seorang pria yang hanya memakai boxer saja dan
kelihatannya pria itu sedang berusaha melepaskan turun perlahan jeans
yang dipakai Maggie.
Dengan perasaan ngeri, aku palingkan wajah mencari dimana Susan berada.
Dia sedang berdiri dihadapan beberapa pria yang duduk di kursi. Richard
duduk di kursi kesukaanku dan bahkan dari jauh seberang sini aku bisa
melihat bagian depan boxernya begitu menonjol.
Susan sedang bicara, tapi hampir semua pria itu memandangi payudara
telanjangnya, yang selalu terguncang setiap dia bergerak. Richard
terlihat balas berbicara, lalu tertawa dan Susanpun mulai tertawa juga.
Hampir semua pria di depannya mulai bicara dengan semangat. Musik yang
terdengar terlalu keras untuk bisa mendengarkan apa yang tengah mereka
perbincangkan, tapi kelihatannya mereka sedang menggoda Susan. Susan
menggelengkan kepala, membuat rambutnya tersibak. Dia tampak begitu
sexy, berdiri di sana dengan rambut menututpi wajahnya, payudaranya
berdiri tinggi dan kencang di dadanya.
Setelah beberapa kali bicara, Richard yang tadinya berdiri tiba-tiba
duduk di kursinya dan Susan duduk di pangkuan Richard. Dia duduk diujung
lutut Richard, tapi kemudian mengatur posisinya dan beringsut naik ke
pangkuan Richard. Dia tertawa dan kembali bicara dengan pria lainnya,
hingga tiba-tiba dia berhenti, terlihat menahan nafas. Para pria lainnya
bersorak riuh rendah hingga bisa kudengar dari tempatku berada, tapi
bukannya tertawa, isteriku mulai tersenyum saja.
Meskipun rok yang dia pakai menghalangi pandanganku, aku sangat yakin
kalau Richard sedang menyetubuhi isteriku. Dia menyetubuhinya dengan
batang penis besarnya tepat didepan mataku dan juga di hadapan para pria
yang bersorak riuh itu. Saat aku masih terkesima menatap mereka,
Richard mulai merabai payudara Susan, meremasnya dan memilin kedua
putingnya bergantian. Mata isteriku terpejam dan kulihat dia mendesah
dan tiba-tiba saja terlihat berusaha untuk bangkit dari pangkuan
Richard. Dengan main-main dia tepiskan tangan Richard dari payudaranya
dan perlahan dia berdiri.
Para pria di sekelilingnya mulai menggerutu protes, tapi Richard hanya
mengangkat kepalan tangannya menandakan keberhasilannya. Susan tertawa
tergelak melihat polah tingkah teman-teman prianya itu dan menoleh ke
arahku. Dia melihatku sedang memperhatikan dan mulai bergerak menuju ke
arahku, roknya yang terkibas seiring ayunan langkahnya, memberikan
sebuah tontonan keindahan pantatnya pada semua orang yang dia lalui.
“Apa yang terjadi di sana tadi?” tanyaku cepat, berusaha terdengar marah tapi kelihatannya hanya nada bingung yang keluar.
“Apa? Oh, yang disana tadi? Oh, sayang, bukan apa-apa. Richard dan
beberapa temanku yang lain bertaruh denganku jika aku duduk dipangkuan
Richard, apa dia bisa memasukkan penisnya ke dalam vaginaku tanpa
menggunakan tangannya, apa tidak. Jadi aku lalu duduk dipangkuannya dan
dia mencobanya.”
“Apa apa dia berhasil?” sahutku penasaran.
“Well, ya, sedikit. Aku tidak pakai celana dalam, jadi dia berusaha
mendorongkan ujung penisnya melewati boxernya dan dia arahkan tepat ke
belahan vaginaku. Dia mulai meyodok naik turun, tapi itu hanya beberapa
kali saja. Jangan khawatir sayang, itu hanyalah sebuah taruhan saja.
Setelah jelas kalau dia menang, aku langsung berdiri.”
Aku hanya menatapnya dan dia meneruskan, “Itu bukan masalah besar,
sayang. Janganlah khawatir!” dia berikan senyum lebarnya padaku lalu
melangkah menjauh. Aku terpaku dalam kebisuan. Isteriku baru saja
menceritakan padaku, tepat setelah aku menyaksikannya, bahwa dia baru
saja disetubuhi oleh seorang pria lain dan dia berharap agar aku tak
perlu merisaukannya. Bahkan yang lebih buruk lagi, cara dia
mengucapkannya, aku hampir percaya kalau itu benar-benar bukanlah
masalah besar.
Tak berapa lama kemudian Susan kembali berdansa dengan Maggie. Sekarang,
hampir seluruh wanita hanya memakai pakaian dalamnya saja dan beberapa
dari mereka juga bertelanjang dada seperti isteriku. Maggie sekarang
hanya pakai celana dalam saja. Semua pria sudah hanya memakai boxer saja
dan kesemuanya memperlihatkan ereksi mereka yang sama sekali tak bisa
ditutup-tutupi. Kurasa kalian tak bisa menyalahkan mereka, karena mereka
dikelililingi para wanita yang hanya berpakaian dalam dan bahkan
bertelanjang dada saja. Tapi hampir semua perhatian tertuju pada
isteriku yang setengah telanjang, menari dengan begitu gembira,
menggoyangkan payudaranya dan terkadang juga sedikit mempertontonkan
pantat dan vaginanya.
Aku mulai perhatikan kalau beberapa orang sudah mendapatkan pasangannya
masing-masing. Jumlah orang di ruang utama sudah jauh berkurang dari
sebelumnya, yang berarti mungkin saja mereka tengah bersetubuh di
ruangan yang lainnya. Bahkan di ruang keluarga, ada beberapa yang tampak
sedang asik masyuk bercumbu di sudut ruangan. Pesta ini tengah berada
di ambang perubahan pada sebuah pesta seks.
Isteriku juga tak membantu semua orang agar lebih ‘reda’. Dia dan Maggie
menari dengan begitu merangsang, menggoyangkan pinggul mereka hingga
menyedot semua perhatian para pria. Payudara telanjang mereka,
terpampang bebas dihadapan mata semua orang, terayun, terguncang oleh
setiap liukan tubuh keduanya.
Dua orang pria, Tim dan Mark, kembali bergabung dengan keduanya. Kali
ini sudah tak ada lagi batasan sama sekali. Kedua pria itu bergerak
merapat erat pada mereka yang terus asik mengobrol dan tertawa.
Kusaksikan tangan Tim bergerak ke balik rok Susan. Segera saja Susan
menoleh dengan raut wajah terkejut, tapi kemudian Tim membisikkan
sesuatu di telinganya dan isteriku tersenyum, memutar matanya dan
kembali menghadap ke arah Maggie. Tim mulai menggerayangi payudara Susan
yang kini mulai menggesekkan pantatnya pada selangkangan Tim.
Susan membungkuk ke depan dan berbisik di telinga Maggie. Maggie
terlihat tercekat dan memandang ke bawah pada rok Susan dan kemudian
disusul suara tawa panjangnya. Aku tak tahu apa yang terjadi di sana,
tapi kemudian tangan Maggie menjulur ke bawah untuk meraih ujung rok
Susan dan mengangkatnya naik. Batang penis Tim tertancap dalam vagina
Susan dia menyetubuhinya saat keduanya berdansa rapat. Susan dan
Maggie mulai tertawa lagi dan Maggie kemudian menyandarkan tubuhnya pada
Mark di belakangnya dan membisikkan sesuatu di telinga Mark seraya
masih saling bergoyang rapat seirama alunan lagu. Mark menyeringai dan
mengangguk, kemudian tangannya bergerak ke bawah untuk menyingkap celana
dalam Maggie ke samping, memperlihatkan vaginanya yang berambut lebat.
Dia selipkan ujung penisnya ke dalam Maggie, yang segera saja mendesah
dan membalas sodokan Mark dengan mendorongkan pantatnya ke belakang.
Mereka mulai bersetubuh tepat di hadapan Susan dan Tim.
Kelihatannya mereka sedang berlomba untuk melihat siapa diantara kedua
pria itu yang mampu bertahan lebih lama. Susan dan Maggie terlihat
begitu bersemangat menyetubuhi masing-masing pria pasangannya dan dari
tempatku berdiri keduanya saling melemparkan ejekan diantara dentuman
suara musik yang keras. Aku hanya menyaksikan, tanpa perasaan, saat
isteriku tengah disetubuhi dari arah belakang.
Beberapa menit berselang, tubuh Tim mengejang dan mulai mengocok dengan
cepat dan keras.Tiba tiba saja dia mengumpat dan mulai meremas payudara
Susan dengan kasar dan beberapa saat berikutnya dia menarik tubuhnya
menjauh dari Susan. Batang penisnya berkilat basah dan sekarang sudah
lemas usai keluar di dalam isteriku. Susan mengangkat kedua tangannya
mengisyaratkan kemenangan yang dia raih, lalu dia dan Mark saling
melakukan toas. Maggie mengerang, tapi meskipun perlombaan mereka telah
selesai dia tetap membiarkan Mark terus menyetubuhinya. Susan berjalan
menjauh dan agar pikiranku tak tertuju padanya, aku terus saja
menyaksikan Maggie yang sedang disetubuhi oleh Mark. Tak lama kemudian,
tubuh Mark juga mulai mengejang dan tampaknya dia sudah menyemburkan
cairan kenikmatannya di dalam vagina Maggie. Mark mencabut batang
penisnya keluar hingga membuat spermanya mulai meleleh keluar ke celana
dalam Maggie. Maggie memberikan toas padanya dan kemudian Mark
memasukkan batang penis basahnya ke dalam boxernya kembali dan berjalan
menjauh.
Aku tak mampu mempercayainya. Aku tak dibesarkan dalam didikan dengan
cara pandang seks adalah sesuatu yang biasa saja, tapi baru saja
isteriku dengan teman-temannya saling bersetubuh sebagai bagian dari
sebuah perlombaan. Kenapa aku tak mengetahui kalau isteriku bisa
bertingkah laku seperti itu dalam berpesta?
Aku merasa seperti mau muntah, segera saja aku bergegas menuju kamar
mandi. Kucoba untuk mengeluarkan apa yang bergolak dalam dada dan
perutku, tapi tetap saja tak ada apapun yang keluar dan akhirnya setelah
merasa lebih baikan, aku keluar dari kamar mandi dan kembali ke pesta.
***
Orang-orang tampak berkerumun mengelilingi Susan, sambil berteriak
“Pukul pantatnya! Pukul pantatnya!” Dia berusaha untuk keluar dari
lingkaran itu, tapi mereka merapat dan tak membiarkannya lolos. Richard
menangkapnya, mengangkat tubuhnya dan menggendongnya di bahu. Susan
meronta dan berusaha untuk memukul Richard, tapi jelas terlihat kalau
itu hanya main-main saja. Richard membawa isteriku ke sebuah kursi
dengan diikuti oleh semua orang.
Richard duduk dan meletakkan tubuh Susan di pangkuannya. Kembali Susan
meronta, tapi masih tetap terlihat jelas kalau dia tak
bersungguh-sungguh. Richard menyikap roknya hingga ke pinggang,
memperlihatkan bongkahan pantatnya pada semua orang yang mengerumuni.
Dia mulai memukul pantat isteriku diiringi dengan hitungan dari
orang-orang yang mengelilingi. Susan menjerit dan tubuhnya tersentak
dalam setiap pukulan yang dia terima, menjadikan payudaranya yang
tergantung jadi terguncang. Salah seorang pria maju dan memencet
putingnya, membuat Susan semakin menjerit-jerit dan meronta tanpa ampun.
Saat hitungan dari orang-orang akan masuk yang ke dua puluh enam,
Richard memberikan pukulan terakhirnya pada pantat Susan dan kemudian
membiarkannya terlepas pergi. Susan berdiri dengan wajah merona sangat
merah karena jengah tapi tetap saja tertawa riang. Orang-orang berteriak
riuh dan salah satu dari mereka ada yang berteriak “happy birthday.”
Susan membungkukkan badannya, sedikit mengangkat roknya dan kemudian
tangannya meraih ke belakang untuk melepaskan pengait roknya. Dia
memeganginya di depan selangkangannya dan menggoyangkannya maju mundur,
menggoda mereka dan kemudian melemparkan roknya pada Richard.
Semua orang berteriak keras menyambut perbuatan isteriku yang sekarang
sudah telanjang bulat. Richard mengangkat rok tersebut dan memutarnya di
atas kepala, membuat Susan tak mampu mencegah gelak tawanya dan
bertepuk tangan bahagia. Dia terlihat begitu bersemangat sekaligus sexy,
dengan tubuh ramping dan kencang. Dia melakukan gerakan memutar
tubuhnya, memperlihatkan pada semua yang ada dalam ruangan, vaginanya
yang dihiasi rambut kemaluan terpotong pendek rapi dan juga keindahan
payudaranya yang membulat kencang dengan kedua puting besar dan mencuat
keras ke depan. Kemudian dia melangkah keluar dari kerumunan dan
berjalan menuju ke ruang makan untuk mengambil sebotol bir lagi.
Aku tahu itu sudah tak ada bedanya sekarang ini, karena semua orang toh
sudah melihat tubuh telanjangnya dari tadi meskipun hanya
sebentar-sebentar dan juga telah dua orang pria yang menyetubuhinya,
tapi ternyata melihatnya telanjang bulat dihadapan semua orang sekarang
ini mampu membuatku merasa terbakar api cemburu yang sangat besar. Aku
merasa geram pada diriku sendiri yang tak mampu melakukan apapun tentang
semuanya ini.
Beberapa saat berikutnya dia kembali ke ruang keluarga dan berdansa
serta mengobrol dengan teman-temannya lagi. Sekarang aku sudah
kehilangan ereksiku dan kepalaku terasa berputar karena banyaknya
alkohol yang aku minum dari tadi. Badanku terasa tak karuan dan aku
hanya ingin merebahkan tubuhku di kasurku yang nyaman di dalam kamar.
Aku masih berusaha tetap di pesta untuk beberapa lamanya lagi, siapa
tahu akan ada sesuatu yang terjadi lagi, tapi kelihatannya suasana sudah
mencapai klimaksnya tadi dan kini mulai mereda. Belum ada seorangpun
yang pulang, tapi mereka terlihat sudah mulai merasa lelah. Aku berjalan
menghampiri Susan dan mengatakan padanya kalau kepalaku terasa pusing
dan akan naik ke kamar untuk tidur. Dia terlihat sedikit cemas tapi aku
katakan padanya agar tak perlu merisaukanku dan menyuruhnya untuk terus
bersenang senang dengan teman-temannya.
Aku rebah di atas kasur untuk beberapa jam berikutnya, mendengarkan
semua yang tengah berlangsung di lantai bawah. Dari dalam kamarku, tak
banyak yang bisa aku dengarkan, kecuali untuk beberapa jeritan dan suara
tawa keras. Kupikir dengan pergi ke kamar akan mengurangi rasa gelisah
serta cemburuku, tapi ternyata sekarang semakin bertambah parah saja,
karena aku hanya bisa membayangkan saja tentang semua yang mungkin akan
dilakukan isteriku dengan teman-temannya.
***
Setelah apa yang kurasakan tanpa akhir, mulai kudengar suara mobil yang
menjauhi rumahku dan sekitar setengah jam kemudian Susan masuk ke dalam
kamar. Dia masih tetap bertelanjang bulat dan langsung melangkah menuju
ke kamar mandi di dalam kamar tidur kami untuk membersihkan tubuhnya.
Dan beberapa lama kemudian dia masuk ke dalam kamar, lalu merebahkan
tubuhnya di sampingku. Dia tahu kalau aku masih terjaga, jadi akupun tak
perlu terus berpura-pura.
“Thank you so much, sudah mengijinkanku bersenang-senang dengan
teman-temanku malam ini, sayang. Aku tahu kalau kamu tak begitu suka
ramainya pesta dan aku sangat bahagia kamu tak marah padaku,” ucapnya.
“Ada yang terjadi lagi setelah aku pergi?” tanyaku, merasa tak yakin ingin mendengar apa yang terjadi.
“Tak banyak. Kami hanya bercanda dan bersenang-senang.” Dia terdiam
untuk beberapa lama. Lalu dia meraih batang penisku dan mulai
membelainya dari balik boxerku.
“Kamu masih ingat taruhan yang aku lakukan dengan beberapa teman priaku
tadi? Well, beberapa orang membicarakannya setelah kamu pergi dan
Richard mengeluh bahwa dia sudah menang tapi sama sekali tak mendapatkan
hadiah. Dia ingin memasukkan penisnya ke vaginaku lagi. Kubilang tidak
pada awalnya, tapi dia terus berusaha merayuku, makanya setelah beberapa
saat, akhirnya aku menyerah dan membiarkan dia melakukannya.”
“Kamu kamu biarkan dia melakukannya?” tanyaku.
“Well, dia sudah melakukannya sebelumnya dan juga memang dia kan yang
menang, jadi kupikir aku akan memberikan hadiahnya dengan membiarkannya
menyetubuhiku sekali lagi. Jadi aku duduk di pangkuannya dan dia
masukkan penis besarnya ke dalam vaginaku lagi. Dia hanya mengocoknya
beberapa saat dan langsung ejakulasi di dalamku dan lalu aku langsung
berdiri. Itu cuma sebentar saja kok sayang dan juga kami hanya main-main
saja. Seharusnya kamu melihatnya sayang, itu akan sangat membuatmu
sangat horny.”
“Apa itu saja yang terjadi?” kejarku. Dia keluarkan penisku dari dalam boxer dan mulai mengocoknya pelan.
“Well, beberapa teman priaku menonton kami dan mereka bilang tak adil
kalau hanya Richard saja yang boleh menikmati aku. Lalu akhirnya
beberapa dari mereka melakukannya juga denganku.”
“Berapa berapa banyak pria lagi?”
“Well, tidak banyak juga. Hanya beberapa dari mereka yang terlalu horny dan itu semua juga cuma main-main saja.”
Dia mulai mengocok dengan cepat dan keras. Aku merasa marah terhadapnya,
tapi juga begitu horny hingga aku tak ingin dia berhenti. Maka aku
hanya diam saja.
“Brian terus menerus merajuk, mengatakan kalau sudah lama dia tak
mendapat seks dan setelah dia melihatku dengan Richard, dia terus
membuntutiku dan terus menerus mencubiti pantatku. Aku pergi ke dapur
dan dia berhasil memojokkan aku ke dinding dan dia tetap terus memohon
padaku. Aku jadi merasa terganggu karena ulahnya, jadi kubilang saja
pada dia untuk melakukannya. Dia langsung mendorongku bersandar pada
meja dapur dan langsung menyodokkan barangnya ke dalam vaginaku dari
belakang. Cuma berlangsung beberapa menit saja dan aku berhasil
memaksanya untuk mencabut penisnya sebelum dia keluar di dalamku.”
“Lalu berikutnya, saat aku sedang bersandar pada meja bar di ruang
keluarga, mengobrol dengan Marry, tiba-tiba Craig muncul di belakangku.
Aku tak begitu mempedulikannya, dan dia sepertinya bisa menyelipkan
penisnya begitu saja ke dalam vaginaku.”
Matanya mulai terlihat berbinar dengan pandangan seakan melayang jauh tinggi.
“Oh, sayang, penisnya begitu besar. Bahkan jauh lebih besar dari
miliknya Richard. Dia juga membelai dan meremasi dadaku dan rasanya
begitu nikmat. Aku tak mau dia berhenti, aku tak ingin dia cuma bertahan
sebentar saja, jadi kemudian dia menyetubuhiku dengan keras untuk
beberapa saat lebih lama. Kemudian dia keluar di dalamku, aku
membiarkannya. Itulah akhirnya dan kemudian kami berdua kembali
bergabung dengan yang lainnya kembali. “
“Oh, dan berikutnya Mark dan aku bercanda tentang dia yang sedang
mencari sebuah ‘rumah’ yang bagus untuk penisnya dan dia yang sedang
‘belanja’ untuk memilih seorang wanita. Dia sudah menyetubuhi Maggie dan
Melissa sebelumnya dan dia bilang kalau seharusnya aku juga menyediakan
‘rumah yang terbuka’ untuknya. Jadi akhirnya aku biarkan saja dia
masukkan penisnya ke dalam vaginaku, hanya bercanda saja. Bahkan dia
sama sekali tidak memompanya, itu cuma main-main saja, jadi itu tak
masuk hitungan, benar kan sayang?”
“Kurasa tidak,” jawabku lirih.
“Seharusnya kamu tidak pergi tidur begitu cepat, sayang,” dia merajuk.
“Aku tadi memberimu pertunjukan yang spesial. Semua orang melihatku
telanjang dan mereka memegang dada dan mencubit pantatku juga. Kamu suka
melihat itu, kan sayang? Bukankah kamu suka melihat mereka meraba dan
menyetubuhi aku dan juga menumpahkan spermanya di dalam vaginaku?”
Itu hal terakhir yang mampu aku terima. Aku ejakulasi, lebih hebat dari
semua yang pernah aku alami sebelumnya. Tapi segera saja aku merasa
menyesalinya, karena itu menjadikanku seolah menikmati isteriku
disetubuhi dengan bebasnya oleh sekumpulan pria, yang sebenarnya itu
semua membuatku marah. Tapi bahkan setelah berejakulasi, aku hanya
terdiam kembali.
“Aku rasa, kamu memang menyukainya,” gumamnya. Dia membalikkan tubuh dan
menarik selimutnya menutupi tubuhnya. “Selamat malam, sayang.”
Aku terbaring di atas ranjang untuk berapa lamanya, aku tak tahu,
menatap langit-langit dan membayangkan gerangan apakah yang telah
kusaksikan semuanya ini.