Inilah keputusan yang harus ku buat. Setelah perjalanan panjang kami,
aku yakin ini pilihan terbaik yang harus aku ambil. Usaha yang telah aku
bangun telah mengalami beberapa masalah, aku mempercayakannya kepada
Satorman, namun ini bukan salahnya. Kehidupan gelap hanya membawaku
jatuh ke jurang yang lebih dalam. Teman baik ku, Tono, telah menemaniku
sejak kecil, dan dia harus menghembutkan nafas terakhirnya, aku
kehilangan dia karena ia bunuh diri. Toni malu dan tidak bisa menerima
kalau dia divonis mengidap HIV.
Teman-teman yang lain juga telah meninggalkanku, Mamat dan Syamsul,
masing-masing telah ada jalannya, kembali kepada-Nya, dan sudah
berkeluarga. Teman masa sekolahku pun sudah mengambil jalan lain,
memilih hidup normal. Kini aku hanya memikirkan satu hal, masa depan
teman-teman ku yang masih berada di sampingku. Satorman telah setia
menemaniku, menjalankan usahaku dengan baik. Wahyu, walaupun jarang di
sini, namun dia adalah backingan yang cukup kuat. Ronald, temanku yang
baru aku temui untuk menjaga kondisi kesehatan para pekerja di tempat
usahaku. Dan beberapa gadis pekerja seperti Ayu dan kawan-kawan.
Malam ini ku kumpulkan mereka. Keputusan ini kuambil karena satu hal,
kami tidak mau sesuatu yang lebih buruk terjadi. Setelah kami temukan
Fenny ketakutan di halte karena ia diperkosa oleh segerombolan orang
yang tidak ia kenal, kemudian kami pun menemukan Tante Yully yang telah
lama hilang, ia diculik, dan yang jelas kami temukan dia dengan kondisi
yang cukup buruk seperti halnya Fenny.
***
Sabirin melaju mobilnya membawa tante Yully ke markas Solihin. Itu
adalah neraka bagi tante Yully. Tempat di mana tante Yully disekap dan
dipaksa bekerja sebagai pemuas nafsu sex. Kini tante Yully akan
mengalami hal buruk lagi. Sabirin dan temannya membawa tante Yully
menyusuri jalan masuk ke sana.
Hutan, jalan yang cukup jelek, gelap, penuh pepohonan kiri dan kanan.
Namun di ujung sana terdapat lampu kedap-kedip tanda adanya kehidupan.
Banyak motor dan mobil terparkir di luar gerbang. Beberapa pemuda
berjaga-jaga. Sabirin masuk dengan mudah ke dalam sana ketika pemuda itu
membukakan pintu gerbang. Sebuah gedung besar jauh di ujung. Tante
Yully mengingatnya dengan jelas, gedung yang dianggap neraka itu
membuatnya ketakutan, di belakang gedung itu adalah asrama di mana para
pekerja seks komersial menginap. Sepanjang jalan ada meja dan kursi
tempat muda mudi berkumpul dan berpesta, diterangi lampu remang-remang,
mereka berpesta miras. Beberapa pria berjalan sana sini sambil menenteng
senjata, mereka adalah anjing-anjing yang berjaga di tempat lokalisasi
itu.
Sabirin menyeret tante Yully masuk ke gedung itu. Mereka langsung menuju
ke ruangan Solihin, kakak kandung Sabirin. “Lihat bro, apa yang saya
bawa…”, kata Sabirin ketika membuka pintu ruangan sambil mendorong
tante Yully jatuh ke lantai. Solihin terlihat kaget karena pintunya
tiba-tiba dibuka tanpa ketuk pintu. Ia gelagapan menarik celananya naik,
terlihat di sana seorang gadis muda pun berdiri seperti salah tingkah.
Gadis itu cantik, mulutnya tertinggal sedikit cairan putih seperti
sperma, sepertinya gadis itu orang baru di sini, sehingga diberikan
sedikit pelajaran.
“Sial”, gumam Solihin menutup resleting celananya. Tangannya melambai
tanda mengusir gadis yang tadi menyepongnya untuk keluar dari ruangan.
Solihin melihat ke arah Sabirin, lalu dengan sendirinya teman-teman
Sabirin yang berdiri di belakang mundur perlahan dan menutup pintu
kembali. Ruangan kini tersisa Solihin, Sabirin dan tante Yully. Suasana
sepi, semua terdiam hingga Solihin berjalan ke arah Sabirin, ia tidak
menghiraukan tante Yully yang terkapar di lantai. ‘BUK!” suara hantaman
keras terdengar. Tante Yully langsung memandang ke arah sana. Sabirin
ternyata sedang dipukuli Solihin. “Dasar bocah tak tau aturan!”, Solihin
berteriak marah. “Sudah berapa kali gue peringatkan untuk ketuk pintu
dulu!!!”, ia berteriak melengking hingga nampak urat-urat di lehernya.
“Maa… maaf bro”, jawab Sabirin memegang pipinya yang terkena hantaman
bogem mentah Solihin. Tanpa berani memandang ke arah Solihin, Sabirin
pun mencoba menjelaskan, “Gue kira ini kejutan…”, katanya.
Solihin lalu mundur dan melihat ke arah bawah, tepat tante Yully
terduduk di sana. Solihin berjongkong dan mengangkat wajah tante Yully,
“Hmm… Sepertinya tidak asing…”, kata Solihin. Lalu ia berdiri dan
kembali menatap Sabirin yang tidak berani melihatnya. “Dia Yu… yully
bro…”, kata Sabirin pelan. “Hahaha”, Solihin tiba-tiba tertawa keras,
lalu kembali mendekati Sabirin dan ‘BUK!!!’, Sabirin langsung tersungkur
ke bawah. Solihin memukuli penuh kesal, Sabirin yang sudah jatuh pun
terus ditendang sambil dimaki, “ANJINGG!!!”, Solihin marah sekali,
“KEPAARAAATTTT!!!”, tante Yully tak berani memandang ke arahnya, luapan
emosi Solihin sangat mengerikan.
“Ampun bro! Ampun!”, teriak Sabirin sambil menangkis tendangan Solihin.
Solihin lalu terdiam sejenak, ia mengerutkan keningnya lalu menjauh dari
Sabirin. Solihin duduk di kursinya sambil menyalakan rokok, ia coba
menenangkan diri. Sambil menarik panjang hisapan rokoknya ia pun
berkata, “Selalu saja buat masalah”. Sabirin terheran-heran dengan apa
yang dimaksud Solihin, “Gue bawa primadona kita yang dulu”, kata
Sabirin. “Dia bukan punya kita lagi!”, teriak Solihin. “Pulangkan dia
segera!!!”, perintah Solihin.
Tante Yully sangat senang mendengar itu, ternyata Solihin tidak mau lagi
menerimanya di sini. “Ta… tapi…”, kata Sabirin lalu terdiam ketika
Solihin melototinya. Sabirin tidak berani bicara banyak lagi. Ia
kemudian mengangkat tante Yully untuk berdiri, lalu menyeretnya keluar
dari ruangan. “Syukurlah”, pikir tante Yully dalam hati. Pintu ruangan
Solihin ditutup, dua teman Solihin masih menunggu di depan pintu.
“Sial”, oceh Sabirin, “Gak mau uang kali dia tuh, kampret”, sambil
memegangi rahangnya yang sedikit sakit.
“Tolong lepasin gue…”, tante Yully memohon karena Sabirin mencengkram
tangannya dengan kuat. Lalu Sabirin memandanginya sambil berkata, “Lu
pikir gue bakal rugi? Setelah semua ini terjadi, gue harus dapat uang!”,
katanya membentak tante Yully. Tante Yully menggeleng-geleng, tanpa
bisa melawan, Sabirin membawanya ke gedung belakang, gedung di mana
letak kamar istirahat Sabirin, “Sementara kamu di sini dulu”, katanya.
“Jagain dia!!”, perintah Sabirin kepada kedua temannya lalu Sabirin
pergi dari kamarnya.
Sabirin berkeliling di sepanjang markas, mencoba mencari pelanggan yang
menginginkan tubuh tante Yully. Sabirin tidak mau apa yang ia lakukan
sia-sia, paling tidak dia bisa mendapatkan sedikit uang dari sana.
Beberapa pria ia temui, mencoba bernegosiasi. Sementara tante Yully
duduk terdiam di sofa di dalam kamar Sabirin, ia gemetaran dan menangis.
Dua teman Sabirin terus memandanginya, seperti mau menerkamnya, tidak
puas mereka mengerjainya kemarin.
Lalu Sabirin kembali, bersama beberapa pria ia masuk ke kamar, tante
Yully sangat kaget, ternyata Sabirin berhasil mendapatkan deal dari
beberapa pria. “Hahaha, kamu masih laku di sini”, ejek Sabirin lalu
menarik tante Yully dan mendorongnya ke kasur, kasur di mana biasanya
Sabirin beristirahat. “Kalian bersenang-senanglah, dua jam penuh dia
milik kalian!”, kata Sabirin lalu mengajak dua temannya keluar kamar.
Mereka pun berjaga di luar pintu untuk pelayanan yang lebih baik.
Enam pria di sana berdiri menatap mesum ke arah tante Yully yang
terbaring di kasur. Tante Yully ketakutan, ia mencoba menutupi tubuhnya
dengan selimut yang ada. Ia sudah trauma dengan tempat ini, tempat
dahulu ia menebus dosa-dosa suaminya.
Dahulu suaminya mengalami kebangkrutan sehingga utang pun bertumpuk,
tante Yully dijual ke tempat prostitusi untuk menebus hutang-hutang
suaminya. Fenny, anak gadis tante Yully terus dikejar untuk membantu
membayar hutang. Untungnya Herman membantu semua masalah tante Yully
ketika mereka bertemu dengan Fenny. Namun semua usaha itu buyar, tante
Yully kembali jatuh ke tangan yang salah.
“Gue suka wanita sepertimu, cantik…”, kata seorang pria di sana.
Mereka mulai membuka pakaian mereka sambil mengejek-ngejek. “Biarpun
sudah tua, tapi tubuhmu masih langsing ya…”, beberapa pria itu
berbincang sambil mendekati tante Yully, “Oriental sekali…”, “Dia
pandai merawat tubuh sepertinya”, “Wajahnya cantik dan putih”, Lalu satu
pria naik ke kasur dan berkata, “Wah, harum…”, yang lainpun membalas,
“Gue suka gadis oriental…”, mereka terus berkata seperti satu tim,
“Dan gue suka gangbang…”, mereka secara bersama-sama mendekati tante
Yully.
Di umurnya yang sudah hampir masuk ke kepala empat, tidak membuatnya
terlihat tua, tidak ada keriput yang nampak jelas. Satu anak yang dia
lahirkan, sehingga tubuhnya tidak kendor dan bisa terawat. Tidak heran
dulunya ia di sini merupakan salah satu primadona andalan. Di sini tidak
banyak gadis oriental yang bekerja sebagai PSK.
“Jangan… Saya mohonnnn…”, tante Yully memelas. Namun enam pria itu
sangat bringas. Mereka menarik selimut yang dipakai tante Yully, hingga
tante Yully ketakutan. Mereka langsung menarik baju yang dipakai tante
Yully, sangat kasar, hingga tante Yully berteriak kesakitan karena
tarikan mereka. Pakain tante Yully dilucuti dengan paksa, hingga tanpa
tersisa, termasuk bra dan celana dalamnya.
“Wah, putihhhh”, kata salah satu pria. Mereka langsung meraba tubuh
tante Yully, susunya diremas-remas pria itu. Ada yang menciumi bibirnya,
dan ada yang meraba-raba selangkangannya. Tante Yully menangis
mendapatkan perlakuan sekasar itu.
Beberapa menit Tante Yully digerayangi enam pria, hingga mereka sudah
mulai tidak tahan, penis mereka sudah mengaceng. Tante Yully
ditelungkupkan di atas seorang pria. Pria di bawah itu menusukkan
penisnya ke vagina tante Yully sambil meremas-remas buah dadanya.
Seorang pria lagi mengambil posisi di belakang, ia menusukkan penisnya
tepat di lubang anusnya ke tante Yully hingga tante Yully mengerang
kesakitan. Pria lainnya mengantri sambil memanfaatkan bagian tubuh tante
Yully yang lain, ada yang minta di sepong oleh tante Yully, dan ada
pula yang memegangi tangan tanhte Yully untuk membantunya mengocok penis
mereka.
Beberapa saat, mereka tidak mau menyia-nyiakan dua jam yang mereka beli.
Mereka saling bergantian mengambil posisi. Tante Yully kesakitan harus
melayani enam pria sekaligus. Mulutnya terasa panas karena menyepong
penis-penis pria itu. Vaginanya terasa seperti koyak, dan anusnya
seperti terbakar kepanasan. Namun ia tidak tahu, apa yang sedang dialami
Fenny jauh lebih buruk darinya.
Tante Yully menangisi penderitaanya, sekujur tubuhnya terasa sakit
karena dipaksa enam pria itu. Hingga dua jam full ia diperkosa
bersama-sama.
“Bagus perek lu, lain kali gue pake lagi”, kata satu pria setelah
membuka pintu dan keluar dari kamar Sabirin. “Sudah gue bilang, ini
barang bagus, lain kali susah ketemu”, kata Sabirin sambil melihat ke
enam pria itu pergi menjauh.
“Kalian kalau mau, pakai saja dulu, sebelum gue balikin”, kata Sabirin
menawari kedua temannya yang dari dua jam lalu berjaga-jaga. “Asyik”,
kata temannya itu lalu segera masuk ke kamar. Sabirin hanya menunggu di
luar, ia menyalakan rokoknya, ia tidak sangka apa yang ia terima, ia
terus memegangi rahang dan perutnya yang sakit karena pukulan Solihin.
“Wah, payah”, kata dua teman Sabirin ketika mendapatkan tante Yully
tergeletak tak sadarkan diri di kasur. Badannya penuh dengan memar, dan
bau sperma di mana-mana. Namun konak sudah menjangkiti dua pria itu.
Dengan keadaan seperti itu, mereka pun membuka pakaian mereka,
memanfaatkan kesempatan yang diberikan Sabirin, mereka pun mulai
memperkosa tante Yully yang tidak sadarkan diri itu.
Tante Yully sudah tidak mampu bangun, ia terlelap dalam pingsannya,
seperti boneka yang hanya dimainkan dua pria tersebut. Dari vagina
hingga lubang anus terus mereka genjot. Sabirin sudah tiga puluh menit
menunggu di luar pintu, ia terus berpikir lagi, apa yang harus ia
lakukan lagi, mengembalikan tante Yully atau menjualnya lagi. Satu sisi
ia takut dengan kemarahan abangnya, Solihin, tentu saja ia tidak mau
berurusan lebih panjang, namun satu sisi ia butuh uang, tante Yully bisa
dijadikan pekerja di sini baginya.
Kemudian dua pria teman Sabirin itu keluar kamar, sepertinya mereka
sudah puas menyetubuhi tante Yully. “Legit…”, kata kawannya itu.
Sabirin kemudian berbisik kepada kedua pria itu, “Mandikan dia, lalu
ikat di kasur, jangan biarkan dia kabur”, kata Sabirin, “Biarkan malam
ini jadi milik kita, kalian jaga, gue cari pelanggan lain”, katanya.
“Oke bro”, jawab kedua temannya itu lalu kembali ke kamar.
Sabirin menjauh dari kamar dan coba mencari pelanggan lagi, sambil
jalan, sambil sms teman-temannya yang lain lagi, siapa tau ada yang
berminat. Sedangkan dua temannya sudah menyeret tante Yully ke kamar
mandi yang terletak di dalam kamar Sabirin. Tak sadarkan diri, tante
Yully dibopong masuk dan dimandikan di sana. Mereka mencelupkan tubuh
tante Yully di bath tube sana. Namun pekerjaan mereka membuat mereka
konak, sekali lagi mereka menggauli tante Yully di kamar mandi. Di dalam
bath tube dan di bawah guyuran shower, tante Yully kembali menjadi
bulan-bulanan dua pria itu.
Susunya diremas-remas dan dikenyot-kenyot. Antara sadar dan tidak sadar,
tante Yully hanya sesekali menarik nafas panjang. Satu pria membopong
dengan mengangkat kaki tante Yully hingga selangkangannya terbuka,
sedangkan satu pria lagi mulai menusukkan penisnya ke vagina tante
Yully.
Cukup lama Sabirin mencari pelanggan, hingga ia merasa cukup, uang yang
ia dapat juga sudah lumayan banyak. Ia pun kembali ke kamar sambir
membawa pelanggannya. Ada sekitar belasan pria ikut di belakangnya
menuju kamar Sabirin. Pintu dibuka, dan Sabirin tersenyum lebar melihat
tante Yully sudah dimandikan, bersih dan harum, ia terikat dikasur tanpa
daya. “Pakai sepuasnya sampai pagi”, kata Sabirin sambil mempersilahkan
belasan orang itu masuk ke kamarnya. Sedangkan dua temannya yang tadi
memandikan tante Yully keluar kamar dan berjaga lagi di depan pintu.
“Kalian jaga di sini ya, nanti ada lima konsumen lagi yang ke sini,
mereka lagi OTW, kasih masuk saja”, kata Sabirin sambil berjalan pergi.
Dua temannya mematuhinya dan mereka berjaga. Entah kemana Sabirin, yang
jelas ia mengendarai mobilnya dan meninggalkan tempat laknat itu.
Sedangkan tante Yully sedang digilir belasan pria dengan keadaan
terikat, bahkan disusul beberapa teman Sabirin yang baru saja sampai.
Mereka berpesta hingga pagi. Dua teman Sabirin sudah tertidur di depan
pintu. Satu per satu pria yang sudah puas menggagahi tante Yully pun
keluar kamar.
Tante Yully pingsan di dalam sana. Hingga pemeriksaan mendadak oleh
keamanan di sana. Tante Yully dilepaskan ikatannya dari kasur Sabirin,
ia kembali diseret ke ruangan Solihin oleh penjaga. Dua teman Sabirin
telah diusir oleh Solihin, mereka dilarang lagi untuk kembali. Solihin
menyesali apa yang telah dilakukan adiknya itu, suatu saat ia akan
memberi pelajaran kepada Sabirin. Solihin meminta anak buahnya
membersihkan tante Yully dan merawatnya, sambil mencari keberadaan
Herman, Solihin ingin menghubungi Herman dan mengembalikan tante Yully.
Namun kepercayaannya diabaikan anak buahnya, dia tidak tahu bahwa tante
Yully kembali diperkosa ketika ia dimandikan. Beberapa anak buahnya
sudah sangat kangen dengan kembalinya tante Yully. Tanpa sepengetahuan
Solihin, mereka pun memperkosa tante Yully hingga puas.
***
Aku menemukan tante Yully di rumah sakit, polisi mendapatkannya terlelap
di tumpukan sampah. Solihin tidak menghubungiku sama sekali. Aku ingin
sekali mencari Solihin namun aku gak mau masalag berlanjut lebih
panjang. Aku hanya kasihan apa yang telah alami, ketika menjalankan
bisnisku.
Bukan sampai di sana, ketika dibuang di tempat pembuangan sampah, di
sana pun tante Yully masih mendapat penyiksaan. Beberapa pemulung
memperkosanya di sana. Keadaan tante Yully kritis, sampai sekarang ia
masih diopname di rumah sakit, ia hanya bisa berbicara sepatah dua patah
kata. Fenny yang stress masih menahan diri untuk berusaha tenang
menjaga ibunya.
Di sini, dihadapan teman-teman yang lain, aku pun mengambil sebuah
keputusan yang tidak bisa diganggu gugat. Aku memutuskan bahwa usaha ini
harus aku TUTUP.