Saya bekerja di perkebunan swasta, sebagai salah seorang staf yang khusus menangani kekaryawanan dan data-data hasil pekerjaan.
Pada hari pertama saya melakukan perselingkuhan itu, kebetulan saya sedang mencari data-data dari keluarga karyawan dari tiap-tiap rumah tempat tinggal karyawan.
Dari pintu ke pintu saya kunjungi rumah karyawan. Tak sedikit istri-istri karyawan merasa puas dengan cara saya meminta data-data dari keluarga mereka, sebab saya tidak memungut sepeserpun biaya untuk keperluan pendataan tersebut, meski kesempatan untuk itu terbuka bagi saya, dan ada diantara mereka menawarkan sejumlah uang untuk jasa yang saya berikan. Dan yang paling sederhana mereka selalu menawarkan segelas minuman hangat atau teh manis kepada saya.sebagai bentuk terima kasih.
Setelah sekian rumah tempat tinggal karyawan telah saya kunjungi untuk didata, ada giliran rumah karyawan terakhir yang harus saya kunjungi, dan istri dari rumah karyawan itu memang sempat saya perhatikan sejak kehadirannya di lokasi kebun tempat saya bekerja.
Ketika saya mencoba memasuki rumahnya, saya langsung masuk sebelum ada sambutan dari Nurma (sebut saja namanya begitu).
Maksud dan tujuan kehadiran saya ke rumah Nurma, sebenarnya sudah diketahui olehnya, sehingga setelah saya duduk di ruang tamu Nurma sudah siap menyodorkan berkas-berkas Kartu Keluarga yang dibutuhkan.
Karena dengan keberadaan tesebut dapat mempercepat proses pendataan, apalagi berkas-berkasnya berupa berkas fotocopy, maka pendataan tidak saya lakukan untuknya.
Dan saya hanya meminta dibuatkan segelas teh manis panas darinya. Nurma masuk ke ruang dapur, sekilas terdengar bunyi adukan sendok yang tersenggol oleh gelas. Beberapa detik kemudian Nurma menuju ke ruang tamu menyodorkan segelas teh manis panas permintaan saya.
Ketika Nurma membungkukkan badannya menyajikan segelas teh, sempat saya baca raut mukanya sedikit berubah melihat saya melirik ke punggung kewanitaannya.
“Kenapa…. pak ?” Tanyanya kepada saya.
“Ng… nggak anu……” jawab saya agak gugup. ” Anu… sebaiknya berkas-berkas fotocopy ini saya bawa aja, biar pendataannya nanti saya lakukan di kantor saja, tapi bolehkan saya berlama-lama di sini, sambil menikmati teh manis permintaan saya ini.”
“O… ala pak-pak, wong saya ditolong kog. Masak ya teganya saya mengusir bapak.” jawab Nurma dengan kepolosan.
Begini lo… Nur…, sebenarnya saya mau nyampein niat lain selain tujuan data-data ini”.
“Ada yang masih kurang datanya pak ?” sambutnya ingin tahu.
“Nggak… ini diluar tujuan data-data itu” jawab saya
“Apa itu ?”
“Anu……….” jawab saya rada ragu. ” Anu …. ada sesuatu yang mengganjal di dada ini”
“Apa sih pak…?” tanyanya antusias.
“Sebenarnya saya tadi memperhatikan kamu dengan serius, ternyata apa yang selama ini saya perhatikan dari jauh tentang kamu, benar adanya. Kamu benar-benar istimewa seperti dugaan saya”. Jelas saya
“Ah…. Bapak ngelantur…” jawabnya sekenanya.
“Bener lo ….., dadaku ini berdegup kecang…” jawabku.
“Kog gitu……??”
“Entahlah….” jawabku sekenanya. “Boleh aku nyampein apa yang ada didada ini?” Saya balik bertanya.
“La tadi saya udah tanya, ada apa?” kepolosan dan kemanjaan Nurma semakin tampak.
“Aku ada menyimpan rasa suka sama kamu, sejak kehadiranmu pertama kali” jawabku cepat-cepat.
Nurma terdiam, tertunduk.
“Tapi aku sadar, aku sudah beristri, kamu punya suami, tapi kog … perasaanku selalau lain jika melihat kamu, baik dari jauh maupun dari sedekat ini. Aku harap kamu mau menerimanya”, jawabku panjang lebar.
“Pak…, aku ini orang kecil, aku gak tau nuntut ini nuntut itu, aku juga takut, jadi maksud bapak kira-kira bagaimana ya..?” jawabnya agak pelan.
“Saat ini aku menginginkan tubuhmu, aku sedang dalam keadaan terdesak, kemauanku semakin tinggi, bisakah kamu melayaniku”. Jawabku tanpa dapat aku tahan lagi. Nurma terdiam lagi.
“Aku butuh variasi ……, kalau berkenan dan aku mohon kamu mau…” rayuku.
Nurma masih terdiam.
“Aku masuk kamarmu duluan…. ya….?” Pintaku mendesak sambil berdiri dari duduk. Saya perhatikan ada anggukan kecil dari kepalanya.
Saya menuju ke dalam kamarnya, sedetik kemudian Nurma menyusul.
Dibalik pintu kamar Nurma kusambut dengan pelukan, dan kami pun berciuman rapat, saling beradu bibir.
Nurma sungguh dahsyat ciumannya begitu kurasakan luar biasa.
Kami berpelukan menuju ranjang, ditepi ranjang kudorong tubuhnya dan rebah di bawah tindihan badanku. Kami masih beradu bibir.
“Mas… lepas celana adiknya….” pintaku dengan sebutan yang mesra kepadanya. Nurma mengangguk.
Kulepas celana dalamnya dan aku melepas cela yang kukenakan serta celana dalamku.
“Mas sudah terujung…. dik, langsung aja ya…..?” pintaku terus-terusan.
Masih jawaban anggukan, sebab Nurma terus mendesah.
Dengan perlahan alat kejantananku kucoba kumasukkan ke liang vagina Nurma, duh kurasakan kenikmatan hangatnya vagina miliknya.
Bajuku dan baju milik Nurma masih kami kenakan, rasa panas mulai timbul dari gerakan-gerakan yang kami lakukan.
Sekitar lima belas kemudian aku mulai merasakan puncak kenikmatan itu, dan kubisikkan padanya “Dik ……. Mas sudah mau keluar…… dik ….. dik……….dik….. ahhhhhhhh……..?” Aku sudah mengeluarkan spermaku ke lubang vaginanya. Dan secepatnya aku bangkit mengekan celana dalam dan celana panjangku.
Nurma juga bangkit dan membersihkan spermaku yang sempat menetes di sprei ranjangnya.
Nurma bangun kembali mencium bibirku.
“Dik…. Mas harap hubungan ini kita lanjutkan, mas butuh nomor hp adik”
Nurma masih diam tapi kali ini menatapku dengan tatapan senyum yang manis aku rasakan.
Aku bergegas keluar dari kamarnya, dan kembali duduk di ruang tamu.
Sesaat kemudian Nurma keluar dan menyodorkan tulisan nomor hp miliknya di atas lembaran buku notes.
“Mas….. benar ya telpon adik.?”
Aku mengangguk dan beberapa menit kemudian keluar dari rumahtempat tinggal Nurma dan Suaminya.