Pengalaman Karina Dinas keluar kota

 Perkenalkan, namaku Karina atau biasa di panggi Ririn. Orang tuaku memang sudah membiasakanku untuk mengenakan hijab semenjak kecil. Walaupun mengenakan hijab, aku merupakan tipe wanita yang tidak bisa ketinggalan mode. Oleh karena itu aku selalu memperhatikan penampilanku, mulai dari pakaian mode terbaru sampai merawat tubuh.

Sebagai wanita normal, aku merasa senang apabila penampilanku membuat orang lain atau lawan jenis memperhatikanku dan memujiku. Tetapi aku bukanlah wanita nakal atau murahan, membuat diriku menjadi pusat perhatian memberikan-ku kepuasan tersendiri dan menjadi lebih percaya diri.

Walaupun kini aku sedang berada di puncak karierku sebagai sekretaris direktur di salah satu perusahaan ternama, Aku tetap menghormati suamiku. Apalagi usia kami yang terpaut cukup jauh yaitu 9 tahun. Penghasilan suamiku yang jauh lebih kecil, tidak menjadikanku istri yang membangkang. Kehidupan keluarga kami cukup harmonis dan sudah dikaruniai seorang anak laki-laki.

Sudah hampir dua tahun belakangan ini, aku diangkat sebagai sekretaris dari direktur utama di perusahaan tempatku bekerja. Aku memang termasuk wanita yang rajin dan ulet dalam bekerja, oleh karena itu Pak Simon mengangkatku sebagai sekretarisnya langsung.

Pekerjaanku sebenarnya tidaklah terlalu sulit, hanya membantu mengatur dan mengurus segala keperluan administrasi dari Pak Simon. Namun profesi ini mewajibkanku untuk selalu ikut kemanapun Pak Simon pergi mengurusi perusahaan, oleh karena itu profesi ini sungguh menyita waktuku.

Tentunya aku terlebih dahulu meminta pendapat suamiku, sebelum menyetujui pengangkatan jabatan tersebut. Dan untungnya suamiku sangat pengertian dan memaklumi bila terkadang aku harus pulang malam atau pergi keluar kota bersama Pak Simon karena meeting atau pertemuan bisnis.

Pak Simon adalah pria paruh baya keturunan, berusia 48 tahun. Dengan kulit yang putih dan mata yang sipit membuat siapa saja yang melihatnya langsung tahu kalau dia adalah pria keturunan. Walaupun terkenal dengan pribadi yang tegas, sebenarnya Pak Simon adalah orang yang cukup humoris dan asik untuk diajak komunikasi. Candaannya yang apa adanya serta tawanya yang khas, seringkali menghiburku saat penat bekerja.

Sebenarnya penampilan Pak Simon tergolong biasa layaknya bos, dengan rambut yang selalu disisir ke samping dan klimis, perut buncit yang terlihat lucu di tubuh pendeknya. Pakaian mahal dan jam mahal selalu menempel di tubuhnya.

Pak Simon memang sangat menghormatiku sebagai wanita berhijab, dan tidak pernah melakukan hal yang kurang ajar kepadaku. Walau kadang becandaan kami sering menyerempet-nyerempet ke arah vulgar, itu pun masih dalam batas wajar layaknya obrolan antara orang dewasa.

Hingga saat ini, pagi ini aku langsung sibuk merapihkan pakaian ke dalam koper. Tentu saja setelah selesai dengan kewajiban pagi-ku untuk melayani suamiku dan anakku yang tengah bersiap pergi kerja dan bersekolah.

“Mah.. jadi pergi ke Bali?” Tanya suamiku yang kembali masuk kamar setelah mengantar anakku untuk naik jemputan sekolah.

“Jadi Pah.. paling dua sampai tiga hari aja kok sayang” Jawabku sambil terus merapihkan isi koper di atas tempat tidur.

“Jangan diforsir kerjanya yah mah!!” Ujar Suamiku yang kini duduk pinggir tempat tidur.

Melihat suamiku yang sepertinya agak berat untuk melepas aku pergi, aku pun duduk dipangkuannya dan melingkarkan tanganku di lehernya.“Iya Pah.. Papah juga jangan lupa makan yah” Ucapku manja.

Aku saat ini memang belum mengenakan hijabku dan hanya mengenakan tangtop putih dan celana kerja panjang bahan yang senada dengan blazer coklat yang nanti akan aku kenakan untuk menutupi bagian atas tubuh-ku.

“Papah mau..kok liatin nenen mamah gitu?” Tanya-ku manja karena melihat pandangan suamiku yang terus menatap belahan di atas tangtopku.

“Pakaian kamu kok seperti itu mah?”

“Iya.. kan nanti ditutup blazer dan kerudung pah”

“Udah ah jangan diliatin terus nanti kita telat” Ujarku yang langsung bangkit dan mengenakan blazer seta penutup kepala.

Kami pun berangkat ke tujuan masing-masing. Singkat cerita setelah janjian bertemu di Airport, Aku dan Pak Simon pun langsung terbang ke Bali. Sebenarnya aku cukup senang jika harus bekerja menemani Pak Simon keluar kota, karena bisa jalan-jalan gratis dan menjadikan pekerjaan tidak membosankan.

Seperti biasa setelah kami check-in di salah satu hotel bintang lima, kami langsung berangkat untuk meeting di salah satu cabang perusahaan disana. Dan baru kembali ke hotel setelah acara makan malam bersama karyawan dan jajaran direksi di sana.

Tentu saja kami menginap di kamar hotel yang berbeda namun bersebelahan. Setelah mandi dan merapihkan beberapa dokumen. Aku menyempatkan diri untuk menghubungi anak dan suamiku. Tak beberapa lama kemudian Pak Simon menelepon untuk membahas jadwal besok.

Setelah kembali mengenakan pakaian yang sedikit santai, aku pun turun menyusul Pak Simon yang telah siap menunggu di lobi hotel. Dan akupun ikut duduk dan mulai menjelaskan beberapa rincian pekerjaan yang akan dikerjakan selama di Bali.

“Hmm.. sepertinya akan sibuk kita Rin” Ujar Pak Simon yang hendak menyeruput secangkir expresso. Pak Simon memang terbiasa memanggilku Ririn, mungkin agar lebih akrab dan tentu saja aku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Toh umur kami memang terpaut cukup jauh.

“Iya pak.. Walau cabang kecil tapi transaksi disini cukup ramai” Jawabku

“Bisa gak sempat saya jalan-jalan sambil liat-liat cewek disini..Hahaha” Ucapnya santai sambil diikuti tawanya yang khas.

“Kan bisa liat saya pak..” Jawabku mengikuti candaannya.

“Bosen ah..Hahahahha”

Tawa kami pun meledak seketika, memang tidak aneh bagiku dan Pak Simon untuk bercanda seperti ini. Obrolan kami pun berlanjut dengan bahasan yang lebih santai dan banyak diselingi candaan dan tawa.

Setelah selesai berdikusi dan melepas penat, kami pun kembali ke kamar masing-masing. Setibanya di kamar aku pun langsung membersihkan diri dan berganti baju tidur. Tak berapa lama memejamkan mata, tiba-tiba aku terbangun karena mendengar televisi yang tiba-tiba menyala sendiri.

Aku pun kaget karena melihat remote yang masih tergeletak di atas meja kecil di sampingku. Awalnya aku hanya menganggap ini adalah kebetulan dan kembali mematikan televise tersebut dan kembali memejamkan mataku. Namun kembali aku terbangun akibat suara televisi yang kembali menyala.

Aku yang memang penakut sejak kecil, mulai merasa takut. Ku pandangi seluruh isi hotel yang tiba-tiba terlihat seram. Mungkin karena aku yang penakut, aku mulai merasakan bulu kuduk ku merinding. Dengan cepat aku raih handphone di samping tempat tidurku dan menelepon suamiku. Namun setelah beberapa kali panggilan, tidak ada juga jawaban dari suamiku.

Semakin lama rasa takutku semakin menjadi-jadi, dan aku pun tidak bisa tidur. Ku lihat jam di meja sudah menunjukan jam 00.30, namun aku juga belum bisa tidur karena masih dilanda rasa takut. Tidak biasanya aku mengalami hal ini, kali ini memang sungguh lain.

Sampai akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Pak Simon yang berada disebelah kamarku. Aku sadar betul kalau itu akan mengganggu waktu istirahatnya, namun aku sudah tidak punya jalan lain.

“Halo.. Ada apa Rin?, tengah malam begini…” Tanya suara yang berasal dari handphone ku.

“Eh..anu Pak.. Bapak sudah tidur? Maaf nih saya jadi ganggu.. Begini pak..” Aku pun mulai menjelaskan kejadian yang baru saja aku alami dan alasanku meneleponnya tengah malam begini.

“Kamu kebanyakan nonton film horror saja Rin.. “ Ujar Pak Simon menenangkanku dengan nada suara mengantuk.

“Tapi pak.. saya tidak berani sendirian dikamar..”

“Lalu..?

“Eh..anu pak.. kalau boleh saya numpang tidur di kamar bapak malam ini saja.. “ Pintaku memohon.

“Ya sudah.. kalau kamu maunya begitu”

“Eh.. boleh pak?”

“Sudah.. cepat kalau mau kesini.. saya mengantuk sekali”

“Ba…baik pak”

Setelah menutup telepon aku pun langsung memakai kembali pakaian dalam yang sempatku lepas sebelum tidur. Karena tanpa Bh, putting payudaraku akan terlihat menonjol di balik daster tipis yang kini aku kenakan. Tidak lupa aku kembali mengenakan penutup kepala dan sweater untuk menutupi lenganku yang tidak tertutupi daster tanpa lengan.

Dan aku pun membunyikan bell kamar Pak Simon, dengan wajah mengantuk Pak simon yang saat itu mengenakan kaus putih polos dan celana pendek, terlihat sedikit terbengong melihatku saat membuka pintu. Mungkin karena wajahku yang tanpa make-up pikir ku.

Setelah mempersilahkan aku masuk Pak Simon langsung mengunci kembali pintu kamarnya.“ Kamu nih tumben ketakutan, tidak seperti biasanya” Ujar Pak Simon.

“Maaf Pak.. saya juga heran.. sepertinya ada yang aneh dengan kamar itu”

“Sudah-sudah.. sekarang lebih baik kamu tidur, karena besok jadwal kita masih sibuk”

“Eh..iya pak” Jawab ku yang menjadi merasa tidak enak sendiri, dan masih berdiri terpaku di kamar Pak Simon.

Setelah rasa takut ku perlahan mulai menghilang, tiba-tiba aku tersadar kalau kini aku harus tidur seranjang dengan Bos ku. Tapi biarlah ini lebih baik dari pada tidak bisa tidur semalaman, lagian Pak Simon tidak pernah bersikap kurang ajar dan selalu menghormati ku sebagai seketaris nya.

Dengan mencoba berpikir positif aku mulai merebahkan diriku di samping Pak Simon yang sudah terlebih dahulu tidur membelakangi ku. Baru kali ini aku merasakan tidur seranjang dengan pria yang bukan suami ku. Walaupun keberadaan Pak Simon membantu menghilangkan rasa takut ku, namun perasaan adanya pria lain disamping ku sungguh tidak bisa ku hilangkan begitu saja.

“Rin.. Kamu sudah tidur?” Tanya Pak Simon yang tidur membelakangi ku.

“Be..belum..” Jawab ku.

Mendengar jawaban dariku, tiba-tiba Pak Simon membalikan badannya kearah ku. “Kamu masih takut?” Tanya nya dengan lembut.

“Ti..tidak Pak.. Saya hanya menjadi tidak enak mengganggu bapak malam-malam begini” Jawab ku sambil menoleh kearahnya. Tentu saja aku berbohong karena bukan itu alasan utama aku belum juga bisa memejamkan mata ku.

“Kenapa harus tidak enak..saya malah senang bisa ditemani kamu” Jawab Pak simon

“Maksud Bapak?” Tanya ku tidak mengerti.

“Yah.. ini seperti mimpi jadi kenyataan” Ujar Pak Simon dengan tatapan penuh arti.

“Maaf pak.. saya tidak mengerti maksud Bapak”

“Rin.. kalau boleh saya jujur, Saya sangat senang dengan cara kerja kamu yang rajin dan ulet. Tapi…”

“Tapi apa pak?”

“Hmm.. “ Pak Simon pun menghela nafas panjang.. “Begini loh rin.. sudah hampir dua tahun belakangan ini waktu banyak menghabiskan waktu bersama kamu.. Entah mengapa saya semakin lama semakin mengagumi mu” Ujar Pak Simon dengan lembut.

“Maaf Pak.. saya masih tidak mengerti maksud perkataan Bapak.”Perkataan Pak Simon membuatku sungguh tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menanggapi kata-katanya.

“Kamu cantik Rin, pintar, rajin, jujur dan senantiasa menemani saya… Jujur saja sebagai pria normal saya mulai menaruh perasaan kepadamu.”

Mendengar pujian dan pengakuan Pak Simon yang terlihat tulus, membuatku merasa kaget. Walau sebenarnya diriku juga mengagumi sosok Pak Simon yang tegas dan berwibawa, namun itu hanya sebatas sebagai atasan dan panutan. Sehingga pengakuan Pak Simon tentang perasaannya kepada ku sungguh membuat ku terkejut dan tidak tahu harus bagaimana.

Sebenarnya bisa saja aku menamparnya dan menolak perasaannya, karena status kami yang bukan lagi single. Namun aku benar-benar bingung harus merespon seperti apa. Bukan karena statusnya sebagai atasanku, sehingga aku takut akan dipecat bila menolak dan memaki nya saat ini. Namun Pak Simon terlalu baik dan banyak berjasa untuk ku, dan aku sama sekali tidak ingin menyakitinya.

“Pak.. Saya mengerti.. mungkin ini karena kita yang sudah sering bersama, saya rasa itu hal yang wajar karena saya juga mengagumi bapak, namun Bapak kan tahu kalau saya sudah memiliki suami dan anak, begitupun dengan bapak” Jelas ku dengan sangat hati-hati.

“Iya.. Rin saya juga berpikir demikian, terima kasih kamu sudah tidak marah dan mau mengerti.. Maaf kan kelancangan saya” Balas Pak Simon.

“Tidak perlu minta maaf pak.. Mungkin saya yang sebaiknya lebih menyadari posisi saya dan mulai menjaga jarak dengan Bapak” Ujarku merasa bersalah melihat ekspresi wajah Pak Simon.

“jangan-jangan,.. Menjaga jarak hanya akan membuat saya merasa bersalah dan lebih menyesal..”

“Baiklah Pak.. Saya mohon maaf karena tidak bisa membalas kebaikan perasaan Bapak”

“Tidak apa-apa Rin. Itu salah saya yang tidak bisa menahan diri terhadap wanita sebaik dan secantik kamu..”

Jujur saja pujian yang terus Pak Simon ucapkan, entah mengapa begitu mengena dihatiku. Dan hati kecilku malah merasa bersalah karena menolak perasaan Pak Simon.

“Rin.. Boleh saya meminta sesuatu yang sepertinya agak berlebihan?” Tanya Pak Simon dengan tatapan yang dalam.

“Meminta apa pak.. ? kalau saya bisa pasti akan saya akan saya lakukan”

“Boleh saya melihat mu tanpa mengenakan penutup kepala?” Mohon Pak Simon memelas.

Entah mengapa walau tahu betul itu adalah sebuah permintaan yang tidak layak diucapkan kepada wanita berhijab sepertiku. Aku sungguh tidak bisa membuat Pak Simon lebih kecewa dan menetapkan diri untuk memenuhi permintaannya.

“I..ya..bo..boleh..” Jawab-ku dengan sedikit gemetar.

Aku pun bangkit terduduk dihadapan Pak Simon yang terus menatapku. Dengan jantung berdebar, perlahan akupun meraih ujung penutup kepalaku dan menariknya melewati leher jenjang ku yang mulus dan putih.

Setelah penutup kepalaku terlepas, aku melihat wajah Pak Simon yang terlihat terpesona menatapku. Seketika aku merasa pipiku panas menahan malu, karena belum ada pria lain selain ayah dan suamiku yang melihatku tanpa penutup kepala. Kini Pak Simon pasti sudah dapat melihat rambut hitam ku yang selalu dipotong sebatas pundak.

“Kamu cantik Rin.. sungguh benar-benar cantik” Puji Pak Simon

“Jangan di lihatin terus pak, saya malu..”

“Maafkan Bapak Rin, tapi kamu benar-benar cantik… Boleh Saya mengecup keningmu sebagai tanda sayang?”

Aku yang mulai terbuai dengan pujiannya, hanya mampu mengangguk lemah dan tidak mampu menolak permintaannya. Dengan perlahan Pak Simon bangkit dan menatap wajah ku dalam-dalam.

Dengan amat perlahan Pak Simon mengarahkan wajahnya mendekati wajah ku. Sementara aku hanya mampu terpejam pasrah. “CUP” Aku pun merasakan sebuah kecupan yang penuh dengan kasih sayang di kening ku. Bibir Pak Simon terasa begitu basah di dahi ku.

“Terima kasih Rin.. Saya senang sekali saat ini.. “

Saat membuka mataku, aku dapat melihat raut bahagia di wajah Pak Simon, yang terpampang di hadapanku.

“Kita tidur saja Rin.. besok kita harus bangun pagi..”

Aku pun kembali merebahkan tubuhku yang masih terasa gemetar. Dengan sengaja aku tidak mengenakan kembali penutup kepalaku. Aku berpikir mungkin itu bisa membalas sedikit rasa bersalahku karena telah menolak perasaan Pak Simon, yang selalu baik terhadapku.

Kami pun tidur dengan saling berhadapan, aku dapat melihat jelas kalau mata Pak Simon terus memandangi wajah ku. Sampai entah kenapa ide itu muncul.

“Pak.. Kalau bapak mau.. bapak boleh kok pegang tangan saya”

“Benar boleh Rin?” Tanyanya memastikan apa yang aku ucapkan.

Aku pun mengangguk sambil tersenyum.“Iya boleh…”

Dengan amat lembut aku merasakan, jemari gemuk tangan Pak Simon mulai menggenggam tanganku. Entah kenapa aku langsung merasakan kenyamanan ketika tangan Pak Simon menggenggam tanganku, dan akupun tanpa sadar tertidur lelap.

Esok paginya aku terbangun lebih dulu, walaupun sempat kaget saat melihat pria lain yang tidur disampingku. Dengan perlahan aku melepaskan tanganku yang masih berada di genggaman tangan Pak Simon.

“Kamu sudah bangun Rin?” Tanya Pak Simon yang ikut terbangun.

“Su..sudah pagi pak.. saya mau kembali ke kamar untuk bersiap-siap”

“Ya sudah.. nanti saya tunggu di bawah..” Balas Pak simon.

Dengan segera aku bangkit dan kembali ke kamarku untuk mandi dan bersiap-siap. Tidak lupa aku memberi kabar kepada suamiku. Aku sungguh bersyukur karena tadi malam tidak terjadi apa-apa, walau kata-kata Pak Simon masih terngiang di pikiranku.

Setelah mandi dan bersiap-siap aku pun segera turun ke lobi untuk menyusul Pak Simon. Dan seperti biasa dia sudah siap menunggu di lobi.

“CUP” … “kamu cantik sekali pagi ini Rin..” Ucap Pak Simon yang tiba-tiba mengecup pipi-ku.

Walau sedikit terkejut menerima perlakuan yang sedikit berani dari Pak Simon. Aku merasa tidak keberatan dan membalasnya dengan sebuah senyuman manis.

“Bapak…Bikin kaget saja.. gak enak nanti di lihat orang ..” Ucapku

“Hahahha… Sudah-sudah.. mari kita berangkat”

Kami pun kembali melanjutkan pekerjaan kami di sana. Namun setelah malam itu, perlakuan Pak Simon kepadaku sedikit berubah. Aku merasakan kalau Pak Simon menjadi lebih perhatian ketimbang biasanya. Dan selalu melemparkan senyum ketika kami saling pandang. Walaupun sedikit merasa aneh, aku tidak ingin terlalu mengambil pusing, dan berusaha bersikap wajar seperti biasa. Bahkan sesekali Pak Simon berani merangkul pinggangku yang langsing, tentu saja aku menepisnya sehalus mungkin.

Setelah selesai dengan segala urusan pekerjaan, Kami pun kembali ke hotel. Sore itu Aku, aku langsung meminta untuk pindah kamar, namun sayang semua kamar sudah penuh karena wisatawan di bali sedang ramai saat ini. Jadi mau tidak mau aku harus kembali bermalam di kamarku semalam.

Dengan sedikit rasa takut, aku memberanikan diri untuk sekedar membersihkan diri dengan mandi dan berganti pakaian. Seperti biasa aku dan Pak Simon makan bersama di restoran hotel. Da setelah itu kami pun kembali ke kamar masing-masing.

“Rin.. Kalau kamu takut.. kamu boleh menginap di kamar saya lagi..”

“Oh.. yang benar Pak..?.. Jujur saja saya juga masih takut tidur di kamar ini..” Jawab ku yang sedari tadi mengharapkan kalimat itu terucap dari Pak Simon.

Setelah menghubungi anak dan suami ku, aku bersiap untuk pindah ke kamar Pak Simon. Dan entah mengapa aku ingin berpenampilan baik di depan Pak Simon, oleh karena itu aku menyempatkan diri untuk sekedar bercermin melihat penampilanku. Ku lihat wajahku yang tetap cantik tanpa make up. Dan aku pun mengenakan pakaian yang sedikit memamerkan bentuk tubuh ku. Entah mengapa aku begitu senang ketika Pak Simon memuji penampilan ku.

Dengan tetap mengenakan penutup kepala model santai. Aku kini mengenakan sebuah legging panjang hitam dan kaus putih berlengan panjang. Tidak lupa aku mengenakan parfum.

Setelah sampai di depan pintu kamar Pak Simon akupun langsung menekan bell, yang langsung disambut dengan membukakan pintu kamarnya.

“Mau nginap sama Bapak lagi Rin..” Ledeknya.

“Maaf yah pak.. ngerepotin terus” Ujar ku memasang wajah bersalah

“Sudah-sudah.. silahkan masuk”

Aku pun masuk ke dalam kamar Pak Simon. Sebenarnya aku sadar betul kalau tidak pantas bagi seorang wanita dewasa bersuami seperti ku harus berduaan dengan atasannya. Namun dengan mengatas namakan rasa takut tidur sendiri aku mencoba membenarkan apa yang aku lakukan ini.

“Kalau bapak merasa terganggu saya tidak apa-apa kok tidur di sofa..” Ujar ku yang merasa tidak enak.

“Gak apa-apa kok… nih kamu mau susu cokelat panas?“ Ucap Pak Simon sambil menyodorkan segelas coklat panas ke padaku.

“Te..terima kasih pak” Aku pun meraih coklat panas tersebut dan mulai meminumnya.

Dengan ditemani segelas susu panas kami pun mulai berbincang-bincang sambil duduk di atas tempat tidur. Dan beberapa kali aku mendapati mata Pak Simon yang terus mencuri-curi pandang ke arah dadaku yang sedikit tertutup penutup kepala. Entah mengapa aku malah merasa senang saat Pak Simon memperhatikan tubuh ku. Dan entah setan dari mana tiba-tiba aku pun mulai gelap mata.

“Pak.. Bapak mau liat ini?” Tanya-ku sambil menunjuk payudaraku.

“Ehh.. saya ti..tidak bermaksud..” Jawab Pak Simon gelagapan

“Maaf.. Pak.. dari tadi saya lihat mata bapak ngelirik ke dada saya terus.. Kalau bapak mau liat bilang saja.. asal tidak perlu melepas pakaian, saya tidak keberatan kok”

“Ka..kamu serius Rin..?”

“He..em” Jawab-ku menganggukkan kepala

“Boleh saya?”

“Tapi liat dari luar aja loh pak” Ujar-ku sambil mengangkat penutup kepala yang menutupi bagian dadaku.

Pak Simon pun mulai menatap langsung ke arah payudaraku yang hanya bebalut kaus tipis dan Bh didalam-nya. Dengan melihat ekspresi wajah Pak Simon, Aku-pun mulai merasakan sensasi rasa malu bercampur rasa aneh yang terus mendorongku

“Rin walaupun hanya melihat dari luar.. sudah dari lama saya mencuri-curi pandang untuk melihat payudaramu… ini seperti mimpi saja” Ucap-nya senang.

Akupun melihat Pak Simon mulai mengarahkan tangannya ke depan payudara ku. “boleh saya…?”

aku pun hanya bisa mengangguk kecil, Dengan perlahan tangan tersebut semakin mendekati payudara ku. Aku yang tidak kuat menahan rasa malu, hanya mampu terpejam menunggu sentuhan tangan Pak Simon.

Dan akhirnya aku pun dapat merasakan tangan Pak Simon menyentuh payudara ku. Dengan lembut tangan tersebut mulai bergerilya mengusap-usap payudara ku. Rasa geli bercampur risih mulai menyelimutiku yang tidak sanggup melihat apa yang terjadi dengan payudara ku.

Lama-kelamaan, usapan tersebut mulai berubah menjadi remasan lembut yang terasa begitu nikmat. Dengan perlahan Pak Simon mulai merebahkan tubuh ku yang mendadak lemah ke atas kasur.

Dan aku pun terkejut, ketika merasakan lumatan di bibir ku. Dengan segera aku membuka mataku, dan benar saja wajah Pak Simon berada tepat dihadapan ku sambil melumat bibir ku dengan ganas.

Melihat ekspesiku yang terkejut, Pak Simon pun tersentak menarik tubuhnya menjauhiku.”Maafkan saya Rin, saya tidak bermaksud seperti ini” Ucapnya dengan wajah bersalah.

“Bukan Pak.. Ini bukan salah siapa-siapa. Semenjak bapak mengatakan perasaan bapak kepada saya, saya sungguh merasa bersalah karena tidak bisa memberikan yang terbaik untuk bapak. Padahal saya sadar kalau bapak telah banyak membantu hidup saya.”

“Maksud kamu..?”

“Iya Pak, Saya sangat mengagumi sosok bapak sebagai atasan saya, saya sungguh tidak ingin membuat Bapak kecewa. Bahkan bila harus memberikan tubuh saya”

“Karina..” Panggil Pak Simon dengan yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan.

Dengan senyum dan air mata yang mulai menetes di pipiku, aku memberanikan diri meraih telapak tangan Pak Simon dan menaruhnya di payudaraku. ”Maaf Pak, biarkan sekretaris mu ini untuk terus melayani anda, dan membalas segala kebaikan Bapak” Ucapku dengan lirih dan air mata.

“Terima kasih Rin..” Ucap Pak Simon yang langsung mendekatkan dirinya kepadaku.

Dengan perlahan dia langsung merangkul pundak ku dan melumat bibir ku. Tangannya pun mulai meremas payudara ku. Cumbuan Pak Simon mulai membuat ku terhanyut, dan merespon dengan membuka bibir ku, membiarkan lidah nya yang basah bermain di dalam mulut ku.

Sampai tiba-tiba aku merasakan tangan gemuk Pak Simon terus turun dan meraih bagian bawah tubuh ku. Aku pun terkejut dan langsung melepaskan ciuman nya serta menahan pergelangan tangan Pak Simon, “Pak saya mohon, jangan lebih dari ini..” pinta ku.

“Maaf Rin.. tapi saya sangat ingin melihat keindahan di balik tubuh mu yang selalu tertutup ini”

Ucapan Pak Simon membuatku yang sudah mulai dilanda birahi, menjadi bimbang. Walaupun telah memberikan kesempatan kepada Pak simon untuk menjamah ku. Tapi maksud ku tidak lebih dari ini. Aku sangat khawatir kalau ini akan semakin membuat ku terbawa.

“Pak saya mohon jangan, saya tidak ingin mengkhianati suami saya lebih dari ini” Jelas ku mencoba mengelak.

“Baik Rin, tapi saya sudah sangat bernafsu saat ini.. “ Ujar Pak Simon memelas.

Pikiran ku pun kembali berkecamuk, sebenarnya cumbuan Pak Simon. Aku pun mulai terdiam membisu karena tidak tahu harus berbuat apa. Namun Pak Simon terus saja merayu ku dengan segala cara, dia mengatakan kalau hanya ingin menggesekkan penisnya di vagina ku dan hanya sebatas itu.

“Tapi saya ingin melepas Bh saya” Paling tidak payudara ku masih bisa ku jaga pikir ku.

“Baik Rin.. silahkan buka penutup kepala dan pakaian mu.” Perintah nya tidak sabar.

Aku pun bangkit dari tempat tidur, dan mulai melepaskan penutup kepala dan pakaian ku. Hingga terpampanglah tubuh mulus putih ku yang selama ini terus ku tutupi di balik pakaian ku yang tertutup.

Sambil berusaha menutupi kedua payudara dan pangkal pahaku yang tentu saja percuma. Aku pun merebahkan tubuhku ke atas tempat tidur. Dengan gemetar aku menunggu Pak Simon yang saat ini terlihat sedang begitu menikmati memandangi setiap inci tubuh ku.

“Kamu memang sangat cantik Rin.. Sudah saya duga tubuh mu begitu bersih dan mulus” Ucapnya tanpa berkedip.

“Cepat Pak selesaikan…” Pinta ku yang sekuat tenaga menahan rasa malu dan jantung ku yang terus berdebar kencang.

Pak Simon pun mendekatkan tubuhnya di sampingku, dan mengecup bibir ku. Setelah memberikan kecupan singkat di bibirku. Pak simon langsung membenamkan kepalanya di sela payudara ku yang masih terutup BH putih. Membuat ku merasa kan sensasi geli, ketika bulu kasar di wajah  pak Simon menusuk-nusuk kulit payudara ku.

Sementara aku memutuskan untuk menutup kedua mataku, karena tidak kuasa melihat tubuh ku di cumbu oleh pria lain selain suamiku. Sambil meremas erat seprei tempat tidur, aku berusaha mengontrol diri ku, Karena kini aku mulai merasakan kecupan Pak Simon yang terus turun dari Payudara hingga kini di perut ku.

Aku yang tak kuasa menahan geli mulai menggeliat kan tubuhku sambil tetap memejamkan mata. Dan jantung ku pun semakin berdebar kencang saat merasakan ciuman Pak Simon kini mulai mengarah dan terus turun ke pangkal paha ku.

Setelah sampai tepat di vagina ku. AKu pun dapat mendengar suara endusan Pak Simon yang menghirup nafas dalam-dalam menikmati aroma vagina ku yang sepertinya mulai basah.

“Punya kamu wangi sekali Rin.. “ Ujar Pak Simon sambil sesekali memberikan kecupan tepat di atas vagina ku yang masih tertutup celana dalam tipis.

Sampai tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang basah mulai menggelitik tepat di vagina ku yang tertutup celana dalam tipis, Dan bisa aku tebak itu adalah lidah Pak Simon. Menerima rasa geli tersebut aku pun refleks menjepit kepala Pak Simon dengan kedua pahaku, agar menghentikan gerakan lidahnya yang semakin terasa geli bercampur nikmat.

Dengan perlahan aku dapat merasakan kedua tangan gemuk Pak simon meraih pinggiran celana dalam ku. Mengerti apa yang akan dia lakukan aku pun mulai meringis sambil terpejam, dengan kedua tanganku semakin kuat meremas seprai.

Perlahan-lahan aku pun mulai merasakan celana dalam ku terus turun melewati kaki ku. Rasa dingin udara AC kamar pun mulai terasa membelai vagina ku yang basah. Dan setelah berhasil meloloskan celana dalam ku. Pak Simon langsung menekuk kaki ku dan membuatnya mengangkang.

Walaupun dengan mata terpejam, aku tahu persis kalau kini vagina ku yang ditumbuhi bulu lebat telah terpampang jelas di hadapan Pak Simon. Dengan segenap hati aku pun mempersiapkan diri ku untuk menerima apa yang akan Pak Simon lakukan dengan vagina ku.

Sampai cukup lama aku merasakan dinginnya Ac di vagina ku, namun belum ada pergerakan dari Pak Simon. Karena merasa heran aku pun mencoba perlahan-lahan membuka mata ku untuk melihat posisi Pak Simon.

Alangkah terkejutnya aku, ketika melihat Pak Simon yang ternyata baru saja melepaskan celana dalam, yang menjadi satu-satunya pakaian terakhir di tubuhnya. Kini Aku pun Dapat melihat tubuh Gemuk Pak Simon telah telanjang bulat. Di antara lipatan perut dan pahanya, aku dapat melihat penis Pak Simon yang terlihat ereksi maksimal namun masih jauh lebih kecil dibandingkan kepunyaan suamiku.

Dengan perlahan aku melihat Pak Simon mengarahkan penisnya ke depan bibir vagina ku yang kini terpampang jelas karena posisiku yang mengangkang.

“Pak.. Saya mohon, Hanya di gesek saja.. tidak lebih” Pintaku yang panik ketika melihat penis kecil Pak Simon semakin mendekati vagina ku.

Pak Simon pun hanya membalas dengan anggukan kepala dan tatapan tajam kearahku. Aku pun kembali memejamkan mata ku menunggu sentuhan penis Pak Simon di vagina ku. Sampai tiba-tiba aku merasakan sentuhan di vagina ku yang tentu saja itu adalah penis Pak Simon. Dengan lihai ia mulai menggesek seluruh celah vagina ku, bahkan tanpa sadar desahan mulai keluar dari mulutku.

Aku yang mulai menikmati gesekan penis Pak Simon, sudah tidak memperdulikan lagi saat merasakan kepala penis Pak Simon sesekali hampir masuk ke dalam lubang vagina ku. Bahkan tubuhku mulai merespon dengan menggeliat-geliat merasakan sentuhan penis Pak Simon di vaginaku.

“Rin…?” Panggil Pak Simon sambil tetap menggesek penisnya di permukaan vagina ku.

“Ah.. iya Pak.. bapak sudah mau keluar?” Jawab ku lirih karena menikmati gesekan tersebut.

“Belum Rin.. saya ingin merasakan jepitan milikmu…” Ujar Pak Simon diselingi nafas yang memburu.

“Ri..ririn juga mau pak, tapi Saya tidak ingin mengkhianati kepercayaan yang di berikan suami saya.. ”jawab ku yang sudah di landa birahi

“Sudah terlambat Rin.. kita sudah sampai sejauh ini.. Dan lagi saya jamin, ini sama sekali tidak akan merusak rumah tanggamu..” Rayu Pak Simon sambil mulai menusuk-nusukkan penisnya di lubang vagina ku.

Sementara aku diam dan mencoba berfikir, Aku dapat merasakan penis Pak Simon terus bergerak masuk kedalam vaginaku. Memberikan berjuta rasa nikmat di setiap permukaan dinding vaginaku.

“Rin.. bagainama…boleh saya?” Tanya Pak Simon lagi

“Bagaimana apanya pak.. punya bapak sudah masuk.. mau bagaimana lagi..”Jawab ku yang hanya bisa pasrah.

Mendengar jawaban ku, Pak Simon hanya tersenyum dan mulai menggerakan penisnya di dalam vagina ku. Aku yang sudah terjebak sampai sejauh ini pun mulai mencoba menikmati persetubuhan terlarang ini. Dengan tanpa ragu-ragu lagi desahan dan jeritan mulai keluar dari mulut ku, mengiringi hentakan penis Pak Simon yang semakin bernafsu.

Tangan gemuk Pak Simon pun mulai menggapai tali Bh-ku..” Boleh saya lihat tubuh indahmu seutuhnya Rin” Dengan cepat aku pun mengerti kalau dia ingin aku melepas BH yang kini menjadi satu-satunya penutup tubuh ku.

Setelah memberi respon dengan anggukan, aku pun mulai meraih pengait Bh di pundakku. Dengan perlahan aku pun mulai melepaskan Bh ku. Membuat Pak Simon terlihat begitu terpesona menatap ke arah payudara ku yang kini terpampang bebas di hadapannya. Sementara rasa malu karena bertelanjang bulat di depan atasan ku, malah membuat vagina ku semakin basah.

“Payudara kamu indah sekali Rin” Racau Pak Simon menatap kagum kearah tubuh telanjang ku yang selalu tertutup.

Dengan ganas Pak Simon langsung menghisap putting kecoklatan ku yang menyembul di antara payudara ku. Lidah kasar dan basah Pak Simon mulai menggelitik kulit puting ku yang terasa semakin sensitif.

“awhhh… pak…yang satunya juga” Ujarku sambil menyodorkan payudaraku yang satu nya.

Tentu saja Pak Simon langsung merespon dengan berpindah menghisap putting ku yang satunya. Membuatku tidak kuasa menahan rasa geli bercampur nikmat, hingga tanpa sadar kedua tangan ku menjambak rambut Pak Simon agar dia lebih lama bermain dengan putingku.

Aku pun tak kuasa lagi menahan orgasmeku, “AAAHHHKKKhhh…PAK..aku..aku..aahhhkkkkhh” Jeritku merasakan gelombang orgasme yang begitu nikmat.

Sementara Pak Simon pun malah mempercepat kocokan penisnya di vaginaku yang terasa sensitif setelah orgasme. Dan “Croootttt….crooottt…crooottt…” Aku pun merasakan beberapa semburan hangat di dinding vagina ku.

Setelah mengalami orgasme, tiba-tiba tubuh Pak simon yang penuh dengan keringat ambruk ke atas tubuh ku. Dengan perlahan penisnya yang semakin mengecil, terlepas dari jepitan vagina ku. Di ikuti lelehan sperma yang mengalir keluar dari dalam lubang vagina ku.

Setelah kembali mengatur nafas kami, Aku pun merangkul lengan gemuk Pak Simon dan mendekapnya di antara sela payudaraku yang basah oleh keringat. Dengan sayu aku pandangi wajah penuh kepuasan dari atasanku itu.

Dengan lembut Pak Simon mulai mengusap rambutku yang selalu tertutup hijab, “terima kasih Rin..Sudah mau mengerti..” Ucap Pak Simon di ikuti kecupan di dahi ku.

Entah mengapa aku mulai meraih penis Pak Simon yang kini hanya sebesar Ibu jari. “Pak.. Ririn sayang sama Bapak… “ Ucap ku sambil membelai penis kecil Pak Simon.

“Saya juga sayang sama kamu Rin..”

Lengan Pak Simon sungguh terasa empuk dan hangat di pelukan ku, membuatku merasa nyaman dan mulai tertidur . Biarlah apa yang akan terjadi nantinya, aku hanya ingin menikmati kenyamanan yang aku rasakan saat ini.

Proudly powered by WordPress