Ibu Kosku Istimewa

Hari ini adalah hari minggu, enggan sekali rasanya beranjak turun dari
kasur setelah semalaman menghabiskan waktu untuk bersenang senang.
Apalagi dua orang teman kosku sedang ada keperluan magang diluar kota.
Namaku Miko, aku seorang mahasiswa semester 8 yang sedang merantau ke
kota kembang, tujuanku kesini adalah untuk menimba ilmu disalah satu
kampus favorit bagi banyak mahasiswa.

Waktu menunjukan pukul 10 pagi, matahari sudah lama menampakan sinarnya
namun badan ini rasanya susah sekali diajak berkompromi, padahal hanya
untuk sekedar bangun dan berbenah diri. Dikota ini aku kos, disebuah
rumah sederhana dengan empat kamar dimana 3 kamar untuk anak anak kos
dan 1 kamar untuk ibu kos dan seorang balita berusia tiga tahun satu
bulan. Karena ditemani oleh 2 orang teman yang asik dan tidak resek
membuatku jadi nyaman tinggal dirumah sederhana ini.

Samar terdengar suara sesorang sedang menggosok gosokan kain pel
kelantai, kutahu itu pasti Teh Nini, Ibu Kosku yang istimewa. Selain
kedua teman kosku tadi, ada satu hal yang membuatku lebih merasa
“nyaman” untuk tinggal disini, yaitu Ibu Kos. Ya, Ibu Kos. Seorang
wanita separuh baya berusia 37 tahun. Pribadinya sangat baik kepada anak
anak kos, ia sangat perhatian dalam mengurus kami. Bicara soal
penampilan, penampilan Teh Nini cenderung manis, kulitnya putih langsat
khas Sundanese namun tidak ada yang spesial dari tubuhnya,payudaranya
sudah sedikit kendor dan ada sedikit lipatan diperut karena lemak, ya
mungkin saja faktor usia.

Mendengar Teh Nini sedang mengepel diluar, menjadikanku teringat kembali
akan kenangan empat tahun silam. Sebuah kenangan yang cukup membuatku
merasa iba sekaligus kenangan yang menjadikan Teh Nini begitu istimewa
bagiku.

***

Saat itu tepat hari sabtu malam empat tahun silam, ketika aku baru satu
bulan menempati kos ini, waktu itu aku masih sendiri dan belum ada dua
teman yang menempati kos tersebut. Pukul 10 malam sepulang dari acara
ospek kampus, aku merebahkan kedua kakiku disofa ruang utama sembari
melepas penat. Samar samar terdengar suara isak tangis dari dalam kamar,
yang kusadari itu berasal dari kamar Teh Nini. Sontak suara itu mencuri
perhatianku, aku coba bertanya pada diriku apakah perlu aku masuk
kamarnya dan sekedar bertanya apa yang sedang terjadi. Akhirnya
kuputuskan memberanikan diri mengetuk pintu kamarnya dari luar.

“Teh… ini Miko teh…”

“Eh… ya mik kenapa…?” Teh Nini menjawab sambil terisak isak.

“Teteh kenapa? Miko boleh masuk ya?”

Lalu Teh Nini membiarkanku masuk kedalam kamarnya. Kulihat dia sedang
duduk sendirian ditepi ranjang tempat tidurnya sembari mengusap air mata
yang tumpah dipipi. Memang sebelumnya aku sama sekali tidak tahu
bagaimana kisah hidup Teh Nini hingga ia setiap hari hanya sendiri tanpa
ada suami atau anak yang menemaninya.

Akhirnya kutanyakan padanya perihal dirinya yang tersedu sedu menangis
dimalam hari itu. Ia pun seolah tak tahan menahan besarnya gejolak yang
ada dalam dirinya sehingga ia mau menumpahkannya dengan bercerita
kepadaku. Singkatnya, dari cerita yang kudapat ternyata Teh Nini adalah
seorang janda yang sudah tiga tahun diceraikan oleh suaminya, ia
diceraikan karena suaminya menganggap Teh Nini tidak dapat memberinya
keturunan setelah sepuluh tahun pernikahan mereka. Ia bercerita betapa
suaminya sangat membencinya, karena waktu bercerai ia menganggap
suaminya lah yang mandul dan hingga akhirnya mereka pun saling menuding
satu sama lain.

Kini setelah tiga tahun perceraiannya dengan sang suami, Teh Nini masih
saja sendiri padahal suaminya sudah menikah dengan seorang gadis muda
dan kini dikaruniai seorang bayi laki laki. Disinilah pertanyaanku mulai
terjawab. Bermula dari chat BBM yang masuk dikontak Teh Nini, datangnya
dari sang mantan suami. Ia mengirimkan sebuah gambar bayi yang baru
saja lahir dan sedang dalam dekapan pelukan seorang wanita. Setelah
gambar itu dikirimkan, lelaki itu mengirim sebuah pesan yang berisi
bahwa tuduhan Teh Nini selama ini kepada dirinya adalah salah besar. Ia
pun memaki Teh Nini dengan sebutan mandul, ia menumpahkan kemarahan masa
lalunya saat itu juga dan ia merasa bangga karena kenyataannya bukan
dirinya yang tidak subur melainkan Teh Nini.

Terlihat Teh Nini kembali menangis kencang setelah bercerita dibagian
itu. Akupun mengelus dada mendengar cerita tadi, kudekatkan dudukku
disebelah Teh Nini, ia meminta maaf padaku karena mendengar cerita yang
ia anggap sebagai aib pribadi itu. Kubilang padanya tak mengapa, dan
kini ia sandarkan kepalanya dibahuku sembari mengusap air mata. Sesekali
kubantu ia mengusap pipinya yang berlinangan air mata. Manis juga Teh
Nini, pikirku.

Setelah beberapa saat dikamarnya, aku yang miskin akan pengalaman hidup
ini mencoba sebisa mungkin menenangkan hatinya. Kubilang mungkin ini
adalah jalan Tuhan, manusia kan hanya bisa menerima apa yang sudah
digariskan olehNya. Teh Nini pun sedikit merasa baikan, ia berterima
kasih padaku dan lantas menyuruhku untuk mandi karena bau keringatku
yang semerbak tak sedap itu ternyata cukup mengusik Teh Nini. “Hahaha”
aku tertawa sembari melihatnya cemberut memprotes bau badanku, ya
wajarlah orang seharian digojlok sama senior. Jawabku.Aku beranjak dari
ranjang Teh Nini, sesaat ketikaku mengangkat kaki ia justru menahan
langkahku, ia genggam tanganku dan berkata.

“Miko…temenin teteh tidur ya…” pinta Teh Nini kepadaku.

Glek, ludahku tertelan. Aku merasa sedikit bingung akan maksud dari Teh Nini, kucoba bertanya kembali.

“Mmm…maksudnya Miko tidur dikamar teteh gitu?”

“Iyaaa kamu bobok sini ya, gatau kenapa malem ini teteh kok merasa takut tidur sendiri…”

Akhirnya kuiyakan saja permintaannya, toh dikamarnya juga ada sofa jadi
aku bisa tidur disofa itu nanti. Segera ku keluar menuju kamar mandi
untuk membersihkan peluh keringat dan kotoran sisa penjajahan di kampus
tadi. Air malam itu sungguh dingin, namun mau bagaimana lagi akupun tak
mau meninggalkan aroma yang tak sedap dikamar Teh Nini yang wangi dan
rapi itu.

Setelah kubersihkan semua badanku, akupun segera bergegas menuju kamar
Teh Nini. Ngantuk dan capek sekali badan ini, ingin rasanya segera
memejamkan mata mengistirahatkan tubuh. Kuketok pintu kamar, dan ku
masuk kedalam. Tampak Teh Nini sedang duduk disofa mengaduk aduk dua
cangkir minuman yang ia siapkan untuku. Ah, teh hangat disituasi seperti
ini pasti nikmatnya bukan main! batinku. Segera kuhampiri Teh Nini dan
ia pun mempersilahkanku untuk meminumnya sebelum tidur. Ia sempat
menanyai tentang ospek dikampusku, kujawab saja mengerikan.

Mata sudah semakin susah diajak kompromi hingga saatnya aku pamit hendak
tidur sofa. Namun, justru jawaban mengejutkan yang aku dapatkan. Teh
Nini malah memintaku untuk tidur satu ranjang dengannya. Akupun
mengatakan bahwa tidak mengapa jika aku tidur disofa, namun Teh Nini
seperti ada tujuan lain sehingga membuatku mengiyakan permintaannya.
Akupun segera berbaring diranjang empuknya itu, begitupula dengan
dirinya. Lampu kamar sudah diganti dengan lampu tidur, suasana remang
remang lampu menerangi kami berdua. Tak lama akupun tertidur mendahului
Teh Nini yang ada disebelahku.

Baru sejenak terlelap, perasaanku menjadi sedikit aneh. Aku tak tahu ini
mimpi atau bukan, namun seperti ada sesatu yang menggerayangi bagian
paling sensitif bagi para pria punyaku. Aku masih memejamkan mata, namun
sepertinya aku tersadar ini bukanlah sebuah mimpi. Kucoba merasakan apa
yang sedang dialami kemaluanku malam ini. Semakin lama semakin merasa
nyaman, kurasakan sensasi nikmat yang muncul dari penisku.

Matakupun kubuka sedikit, mengintip apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Benar saja, kaget sekali kudibuatnya. Tampak sebuah kepala seorang
wanita menghadap kebawah sedang mengulum penisku dengan lahapnya.
Dengan hati yang berdebar, kucoba melirik kesamping, apakah itu Teh Nini
atau “makhluk lain.”

Setelah kulirik kekanan dan kekiri ternyata Teh Nini tidak ada, lega
rasanya. Namun, pertanyaan muncul kembali, apa yang dilakukan Teh Nini?
Kenapa dia menyepong penisku saat ini? Aku menjadi semakin bingung.
Birahiku semakin lama semakin memuncak seiring sepongan maut janda tak
beranak itu. Tiba tiba saja badanku menggelinjang dahsyat, masih dalam
posisi pura pura tidur aku merasakan spermaku menyembur keluar dari
dalam penis. Kulirik sedikit kearah Teh Nini, tampak ia tersenyum
menatapku yang masih pura pura tidur itu, entah ia sadar atau tidak yang
pasti mulutnya belepotan oleh sperma kentalku yang sudah beberapa
minggu tak aku keluarkan.

Setelah mengenakan celanaku kembali, Ia beranjak dari ranjang dan
sepertinya hendak menuju kamar mandi. Sekembalinya dari kamar mandi ia
langsung beranjak tidur disebelahku. Ia miring kekanan dan aku pun
dibelakangnya menatap tubuh wanita setengah baya itu dari belakang.
Kuperhatikan daster katunnya sembari berpikir, apa yang membuat ia
mengulum penisku seperti itu. Apakah ia sedang horny? Ah, tak mungkin.
Kalau saja ia sedang hornya pasti ia sudah gesek gesekan penisku ke
memeknya. Ataukah mungkin ia hanya rindu dengan sebuah batang penis?
Maklum saja ia sudah tiga tahun bercerai dengan suaminya.

Lama kumemikirkan hal tersebut, justru membuat penisku menegang kembali.
Mendadak ingin rasanya kusetubuhi Ibu Kos yang tidur didepanku ini.
Akhirnya, akupun mendekati tubuh Teh Nini. Dalam benakku kalau saja ia
tahu aku macam macam dengannya, akupun bisa beralasan kalau ia yang
memulainya terlebuh dahulu. Akupun merasa santai dan tenang.

Kupelorotkan kembali celanaku dan kini tampak penis keras yang sedang
bergelantungan. Kurangkul pinggulnya dari belakang, lalu kudekap
tubuhnya yang sedikit kendor itu perlahan. Kugesek gesekan penisku
dibagian pantat Teh Nini. Oh, nikmatnya. Kini tangan kiriku bergerak
keatas menuju payudaranya. Kuremas pelan pelan dari luar daster berbahan
lembut itu. Kenyal sekali susu ini, padahal masih terbungkus daster
pikirku. Setelah ku remas remas payudaranya, kini tangan kiriku
kuturunkan dan kuselipkan kearah selakangan. Clek, kudapati celana
dalamnya sudah banjir oleh lendir, kugosok CD nya perlahan dan terasa
sangat licin sekali. Kumainkan jari jariku dibibir vaginanya yang masih
terbungkus. Kemudian, selakangan itu nampak bergetar merasakan kegelian
yang kusebabkan, dan seketika Teh Nini berbalik badan menghadapku dan
segera melumat bibirku. Tanpa babibu ia mainkan lidahnya didalam bibirku
dan akupun menyambut sapaan hangatnya. Tak kusangka ternyata Teh Nini
belum tertidur dan ia justru menikmati perbuatanku sembari berpura pura
tidur.

“Ayoo Miko bugilin teteh sekarang!!” pintanya kepadaku secara langsung tanpa pembukaan sedikitpun.

Segera kubangkit dari posisi tidurku dan kucoba singkirkan selimut yang
mengganggu, langsung saja kulepas daster terusannya dari tubuh wanita 33
tahun itu. Setelah dasternya kulempar kelantai sekarang tampaklah tubuh
yang tidak begitu kencang terbalut BH hitam dan celana dalam berwarna
krem yang sudah basah kuyup dilanda lendir.

Kudorong tubuh Teh Nini dari depan, kini ia terjatuh diranjang dan aku
berada diatasnya sedang menindih. Kubuka pengait BH yang ada dibelakang,
dan kini mencuatlah dua buah gundukan besar berukuran sekitar 36B dari
dalam sangkarnya. Payudara itu sempat bergelayutan kekanan dan kekiri
dengan indahnya. Telrihat puting yang berwarna cokelat muda dan areola
yang berwarna lebih muda dan tak begitu lebar diameternya. Wow besar
sekali! batinku dalam hati

Kucoba arahkan kedua tanganku untuk menakupnya, tak kusangka kedua
tanganku tak kuasa mencakup seluruh bongkahan besar itu. Kucengkeram
kuat kuat, dan tampak Teh Nini melenguh menikmatinya. Kuremas remas
payudara itu, kuberikan treatment dengan sentuhan jari jemariku. Terasa
putingnya semakin mengeras, puting wanita dewasa itu mencuat dan
ukurannya lebih besar dari punya pacarku yang masih ABG. Bentuknya unik,
dan membuatku tak kuasa untuk menjilatinya. Dan “Emmhh…” itulah yang
keluar dari mulut Teh Nini ketika lidahku menyentuh puting yang mengeras
itu.

Kini tanganku bergerak menuju kebawah, sembari menyedot nyedot puting
Teh Nini tanganku bergerilya menggosoki bibir vaginanya yang masih
terbungkus. Kurasakan semakin lama semakin basah dan licin, akhirnya
kuputuskan untuk menyudahi sedotanku diputingnya dan kini aku beranjak
kebawah untuk melepas celana dalam krem yang masih ia kenakan.
Kupelorotkan dengan cepat dan kulemparkan kelantai.

Kini tampaklah sebuah vagina yang mengankang ditumbuhi bulu bulu
kemaluan yang lebat dan berwarna hitam mengkilap. Langsung kurabai memek
itu dan kurasakan betapa licin dan basah. Kusibakan jembutnya perlahan
hingga dapat kusaksikan belahan bibir vagina berwarna kemerah merahan
itu secara langsung. Tak menunggu lama kini aku segera daratkan lidahku
ke belahan bibir selakangan itu. Aromanya sangat kuat, mungkin ini bau
khas dari tiap wanita yang berbeda beda, lendirnya asin persis seperti
punya pacarku. Kujilati dengan cepat dan semakin lama semakin kasar.
Kutemukan klentitnya tersembunyi disela sela bibir vagina, dan segera ku
serang dengan menggigit gigit kecil klentit Teh Nini.

“Teteh ga kuaaaat sayanggg…ayo masukin aja sekaraaaanggg…”

Ku angkat wajahku dari memeknya, kini aku berdiri diatas ranjang, dan
Teh Nini pun ikut berdiri dengan lututnya, ia menyapu penisku dengan
ludahnya sekan memberi pelumas bagi penisku. Langsung saja Teh Nini
berinisiatif untuk menungging didepanku. Tak lama langsung kuselaraskan
posisi doggy style itu dan perlahan kudaratkan penisku dibibir
vaginanya. Kugesek gesek sebentar, dan sedikit demi sedikit ku-amblaskan
tongkat saktiku kedalam liang kenikmatan. Awalnya, sedikit macet
penisku dibuatnya. Teh Nini pun berkata bahwa semenjak bercerai dengan
suaminya ia belum pernah sekalpiun disetubuhi oleh orang lain, jadi
maklum saja kini vaginanya terasa sempit kembali.

Setelah seperempat penisku tenggelam, kini akhirnya dapat kusodok juga
memek berjembut lebat itu. “Akhhhh………..” Teh Nini mendesah keras ketika
seluruh batang penisku amblas dilahap memeknya. Kudiamkan sebentar
didalam, terasa kedutan kuat yang seolah menyedot penisku dari dalam.
Kupegangi pinggul Teh Nini dengan kuat, lalu kugoyang memeknya maju
mundur dengan tempo semakin lama semakin cepat.

“Plak..Plak…Plak” bunyi keras muncul akibat tumbukan paha kami berdua.
Tampak dari atas kupandangi terdapat selulit yang melingkari pinggulnya,
yah kuatahu itu adalah lemak Teh Nini karena ia jarang berolahraga. Tak
jadi masalah, toh masih enak gini memeknya kusodok sodok. Keringatku
bercucuran, lima menit sudah kami bergoyang dalam posisi menungging.

Akhirnya kurasakan kedutan yang semakin luarbiasa muncul dari dalam
vagina Teh Nini, seketika itu menyemburlah cairan hangat dari dalam
vaginanya dan mengguyur habis penisku yang masih tertancap didalam. Teh
Nini orgasme, ia melenguh lenguh dan mendesah sembari tangannya meremas
remas payudara yang sedang menggantung bebas itu.

“Uuuhh… aaaaachhhh… genjot terus Mikooo…. hamilin teteh sekaranggggg…….”

Tak ingin kehilangan momen akupun menaikan RPM genjotan, bunyi gesekan
paha kami semakin kencang dan semakin membuat birahiku sampai diubun
ubun, dan akhirnya.

“Aaaaaachhhh…. ……………“

Jebol sudah pertahananku, tubuhku menggelinjang untuk kedua kalinya,
kusemprotkan spermaku kedalam vagina Teh Nini. Ia menoleh kebelakang
menghadapku dan tersenyum manis.

“Makasih Miko… teteh puas banget malam ini….” Kata Teh Nini dengan lembutnya.

***

Ingatan ingatan tadi justru membuatku jadi terangsang, penisku yang
hanya terbungkus kolor basket itu mendadak mengeras. Lalu kuputuskan
untuk bangkit dari tempat tidur, sejenak bercermin akupun keluar membuka
pintu kamar. Kukejutkan dan kupeluk Teh Nini dari belakang dan segera
ia berbalik menatapku. Ingin kutuntaskan perasaan kentang yang melandaku
saat ini, akan kusetubuhi dengan maksimal Ibu Kos istimewaku.

“Idih… baru bangun udah nakal…” Kata Teh Nini sembari mencubit hidungku. END

Proudly powered by WordPress